Respons IDI terhadap Kasus Sarden Bercacing
jpnn.com, JAKARTA - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ikut memberikan perhatian terjadap kasus ikan makarel kalengan alias sarden bercacing. Hal itu lantaran dikhawatirkan ada efek buruk kepada masyarakat yang sudah mengkonsumsinya.
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (Sekjen PB IDI), Adib Khumaedi saat dihubungi Jawa Pos, Minggu (1/4) mengatakan bahwa IDI sangat memperhatikan kesehatan masyarakat.
Menurutnya problem yang diresahkan bukan pada cacingnya. ”Melainkan saat produk makanan yang didapati kandungan lain yang tidak ada dalam daftar kandungan (daftar komposisi yang tertera pada kaleng, Red),” ujarnya.
Menurut Adib, pihak berwajib harus benar-benar memelototi proses pembuatan. Mulai dari penangkapan ikan hingga akhirnya didistribusikan. ”Perlu dilakukan penyelidikan dalam pengolahan makannya,” ujar spesialis ortopedi itu.
Dari pengolahan sarden tersebut dapat diketahui apakah bahan baku diperlakukan semestinya atau tidak. Hal ini terkait kualitas setelah menjadi produk yang siap dikonsumsi.
”Jika pengolahan makanannya tidak bagus maka berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat,” katanya. Inilah yang menjadi perhatian IDI. Dia mengkhawatirkan jika ada kesalahan atau kelalaian dalam pengolahan sarden. Sehingga kedepan akan mengganggu kesehatan masyarakat.
Untuk sejauh ini belum ada laporan mengenai kasus akibat cacing anisakis yang terdapat pada ikan makarel alias sarden. Cacing atau larva cacing anisakis sebenarnya mudah mati. Caranya dengan memasak sampai matang. Selain itu jika disimpan dalam suhu minus 20 derajat cacing tersebut juga tidak dapat hidup.
Namun jika seseorang memakan cacing dari ikan makarel atau pun ikan lainnya, ada beberapa risiko penyakit yang mengintai. Misalnya saja nyeri perut, mual, muntah, kembung, diare berdara, dan demam tinggi. Hal itu lantaran larva menempel di lambung atau usus halus. (lyn)