Ribuan Pengungsi Jadi Korban Perbudakan, Dijual Rp 4,9 Juta
Ya. Libya bukan negara yang mereka tuju. Destinasi akhir mereka adalah negara-negara di Eropa. Tetapi, untuk bisa memasuki Eropa, mereka lebih dahulu harus singgah di Libya. Dari Libya, mereka bisa melanjutkan perjalanan ke Eropa lewat Laut Mediterania.
Sayangnya, saat berada di persinggahan itulah, mimpi para pengungsi itu terenggut. Para kurir alias penyelundup pengungsi selalu punya cara untuk mengeksploitasi mereka.
Itu terjadi karena, bagi para pengungsi tersebut, si penyelundup adalah majikan yang bisa membuat impian mereka terwujud. Sedangkan di mata para penyelundup, pengungsi-pengungsi tersebut adalah budak.
Pola pikir semacam itulah yang melahirkan pelelangan budak. ’’Saya menabung dengan susah payah karena ingin pergi ke Eropa dan hidup lebih baik. Semua tabungan saya terkuras untuk membiayai perjalanan ke Eropa. Tetapi, saya berakhir di sini sebagai budak,’’ ungkap Victory.
Dia dilelang dengan harga awal LYD (dinar Libya) 500 atau sekitar Rp 4,9 juta. Tetapi, dia laku LYD 900 (sekitar Rp 8,9 juta).
Pemuda 21 tahun itu harus ditebus dahulu dari tangan para penyelundup sebelum bisa pulang ke kampung halamannya di Negara Bagian Edo, Nigeria.
’’Orang tua saya menjual hartanya. Mereka juga harus utang ke orang-orang di negara bagian lain. Semuanya untuk membayar uang tebusan saya,’’ katanya.
Selama menjadi budak, Victory berkali-kali ganti majikan. ’’Setelah laku di pelelangan, saya punya majikan baru. Tetapi, mereka bebas menjual saya kembali ke orang lain jika sudah bosan atau tidak membutuhkan tenaga saya,’’ ujarnya.