Rusia-Tiongkok Tawarkan Diri Jadi Mediator Saudi-Iran
jpnn.com - KONFLIK Arab Saudi-Iran mendapat perhatian Rusia dan Tiongkok. Dua negara itu khawatir, ketegangan yang dipicu eksekusi Sheikh Nimr Al Nimr tersebut memantik konflik yang lebih besar. Sebagai negara yang punya kepentingan ekonomi di Timur Tengah, Rusia dan Tiongkok berupaya meredam konflik Saudi dan Iran.
Kemarin (4/1) Rusia menyatakan siap menjadi jembatan konflik. Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov merasa kenal baik dengan menteri luar negeri dua negara yang berkonflik. Karena itu, dia menawarkan menjadi penengah.
Lavrov yakin bisa berdialog dengan Menteri Luar Negeri Saudi Adel Al Jubeir maupun Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif. ''Sebagai teman, kami siap menjadi penengah jika memang dibutuhkan,'' ujar Kementerian Luar Negeri Rusia sebagaimana dilansir RIA Novosti.
Moskow berharap konflik Saudi dan Iran tidak berlarut-larut. Kemarin pemerintahan Presiden Vladimir Putin juga prihatin atas keputusan Saudi dan Iran untuk tidak lagi saling menjalin hubungan diplomatik.
''Jika teman-teman kami, Saudi dan Iran, memang siap dan ingin bertemu, kami siap menjadi jembatan. Tawaran kami ini akan selalu terbuka,'' papar juru bicara kementerian yang namanya tidak disebutkan tersebut. Moskow siap bila harus duduk bertiga dengan dua negara. Atau mengadakan pertemuan empat mata dengan setiap perwakilan negara yang berÂkonflik tersebut.
Sebelumnya, Lavrov berpengalaman bekerja sama dengan Jubeir dan Zarif. Tahun lalu politikus Rusia itu bertemu dengan Jubeir dan Zarif secara terpisah untuk membahas krisis Syria. Hasil pertemuan tersebut adalah terbentuknya koalisi multibangsa untuk memerangi militan Negara Islam alias Islamic State (IS atau ISIS) di Syria.
Bersamaan dengan itu, Tiongkok menyatakan keprihatinannya atas putusnya hubungan diplomatik Saudi dengan Iran. Juga hubungan diplomatik Saudi dengan Bahrain.
''Sebagai bagian dari masyarakat internasional, Tiongkok sangat prihatin. Kami berharap konflik dua negara itu tidak merembet menjadi konflik regional,'' tutur Jubir Kementerian Luar Negeri Tiongkok Hua Chunying.