Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Saksi Ahli di MK: Jangan Jadikan Pasal 158 sebagai Tameng Kecurangan

Senin, 01 Februari 2016 – 21:56 WIB
Saksi Ahli di MK: Jangan Jadikan Pasal 158 sebagai Tameng Kecurangan - JPNN.COM
Gedung MK. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengingatkan penyelenggara pilkada agar tidak menjadikan pasal 159 Undang-undang Pilkada sebagai tameng membiarkan kecurangan dalam pelaksaan pilkada.

Menurut Margarito, pasal 158 sangat tidak rasional, karena membuka ruang bagi seseorang mendapatkan suara secara tidak sah.

Margarito mengatakan hal itu usai menjadi saksi ahli pada sidang perselisihan hasil Pemilihan Bupati Kabupaten Mamberamo Raya Tahun 2015 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (1/2).

“Ada atau tidaknya laporan kepada Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), seseorang yang mencoblos atas nama orang lain otomatis telah menghapus hak seseorang dalam memilih kepala daerah. Saya meminta mahkamah ini menyatakan hukumnya, khusus tentang keabsahan suara itu,” kata Margarito.

Karena itu, lanjutnya, MK seharusnya mengakomodasikan permohonan pasangan calon (Paslon) Demianus Kyeuw Kyeuw - Adiryanus Manemi yang menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Mamberamo Raya dalam Pilkada Kabupaten Mamberamo Raya Tahun 2015.

“Itu sebabnya sekali lagi, saya berpendapat bahwa tak dilaporkan kepada Panwas dan tidak diproses oleh Penegak Hukum Terpadu Pemilu, tidak lantas menghilangkan atau menghanguskan hak orang yang merasa dirugikan untuk meminta hukum kepada Mahkamah Konstitusi atas peristiwa itu,” kata Margarito.

Seperti diberitakan, paslon Demianus – Adiryanus, Mehbob mempermasalahkan keabsahan hasil perolehan suara pada TPS 01-TPS 02 dan TPS 03 di Kampung Tayal, Distrik Roffaer.
 
Pasangan Demianus-Adiryanus menyatakan pemungutan suara di ketiga TPS itu tidak sah karena perolehan suara di ketiga TPS itu dilakukan secara tidak benar menurut hukum, karena menilai Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) telah melakukan pencoblosan pada malam tanggal 8 Desember dan tanggal 9 Desember dini hari.

Pilkada langsung yang seharusnya digelar pada 9 Desember 2015 pagi, diganti KPPS dengan kegiatan makan bersama dan seremonial penandatanganan dokumen pencoblosan seolah-olah telah dilakukan pencoblosan secara benar menurut UU. 

JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengingatkan penyelenggara pilkada agar tidak menjadikan pasal 159 Undang-undang Pilkada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close