Saran Pengamat untuk Ide Cantik MPR RI
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Mercu Buana Jakarta Dr. Syaifuddin mengapresiasi ide MPR untuk menggelar sidang tahunan dengan konsep berbeda. Artinya, tidak hanya seperti yang selama ini dilakukan yakni pidato ketua MPR, lalu penyampaian laporan kinerja delapan lembaga negara yang hanya disampaikan oleh presiden.
Namun, semua pimpinan delapan lembaga negara seperti Presiden dan Wakil Presiden, MPR, DPR, DPD, BPK, MA, MK, dan KY, berpidato menyampaikan laporan kinerja tahunan masing-masing.
"Saya sangat apresiasi. Ini merupakan sebuah kebijakan publik yang cukup bagus dalam upaya membangun sebuah demokrasi,” kata Syaifuddin dalam Diskusi Empat Pilar MPR bertema “Sidang Tahunan MPR RI: Konvensi Ketatanegaraan Dalam Rangka Laporan Kinerja Lembaga Negara" di Media Center Parlemen, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (17/7).
Menurut Syaifuddin, rencana kebijakan politik yang diinisiasi MPR sebagai lembaga tinggi negara ini sangatlah cantik. Sebab, kata dia, dalam tradisi politik sejak zaman Indonesia merdeka, terjadi aktivitas yang sangat sentralistik. Misalnya, kata dia, presiden hanya menyampaikan laporan pertanggungjawaban tahunan kepada lembaga tertinggi negara. Sehingga yang terjadi adalah komunikasi satu arah.
Karena itu, dia berharap dalam demokrasi sekarang ini, proses pertukaran pesan-pesan politik dari semua lembaga negara kepada masyarakat bisa terjadi dua arah.
“Nah disitulah sebetulnya itu esensi demokrasi itu dalam konteks komunikasi politik yang baik," katanya.
Syaifuddin juga menyarankan kalau bisa konteks laporan yang awalnya hanya untuk delapan lembaga diperlebar lagi. Sebab, ujar dia, supaya dari sidang tahunan itu ada hadiah kinerja yang riil untuk masyarakat di momen peringatan hari kemerdekaan.
“Berarti yang diharapkan itu hadiah terbaik itu adalah soal kinerja yang riil, transparan, dari yang sudah dilakukan semua lembaga negara selama satu tahun terakhir mereka bekerja,” ujarnya.
Namun, ia melihat ada sebuah persoalan untuk menerapkan wacana kebijakan politik yang diinisasi MPR itu.
Menurut dia, ini juga belum tentu bisa mulus sebagaimana yang diharapkan MPR.
“Negara kita ini memang cukup susah terutama banyak masalah dalam konteks komunikasi politik ini. Karena ada yang disebut itu sebagai kelatahan politik,” katanya.
Menurutnya, kelatahan politik adalah sebuah penyakit dalam konteks komunikasi politik, dan pengembangan demokrasi.
“Penyakit itu akan selalu ada di dalam tradisi komunikasi politik bangsa kita," jelas dia.
Karena itu, dia berharap dengan adanya usulan yang baik dari MPR itu, pimpinan lembaga negara dalam menyampaikan kinerjanya bisa sedikit berpikir terbuka dan positif bahwa ini sebetulnya itu menjadi hajat hidup bagi semua bukan cuma lembaga MPR.
“Jadi demi masyarakat dalam konteks berdemokrasi,” tegasnya.(boy/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?