Tolak RUU HIP, Syaifuddin: Pancasila Ideologi Bangsa Bersifat Final dan Harga Mati
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Komunikasi Politik Universitas Mercu Buana Jakarta, Dr. Syaifuddin secara tegas menyatakan bahwa Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah bersifat final dan harga mati.
“Karena itu kami mengajak semua pihak bergabung menguatkan barisan solidaritas, kebersamaan dalam keberagaman, dan menjadi benteng Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara, melalui keperdulian kita dalam bela negara demi terciptanya ketahanan nasional kita yang kukuh, tangguh dan berkualitas," tegas Dr. Syaifuddin yang juga Pengurus Pusat Asosiasi Dosen Pendidikan Kewarganegaraan (ADPK), dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (12/7/2020).
Pandangan Syaifuddin itu disampaikan dalam Diskusi Virtual Nasional Menakar Haluan Ideologi Pancasila dalam bingkai Rancangan Undang-Undang yang diselenggarakan Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lembahas RI) dengan Asosisiasi Dosen Pendidikan Kewarganegaraan (ADPK), Sabtu (11/7/2020) di Jakarta.
Dalam diskusi ini, Syaifuddin hadir sebagai Tim Perumus Dialog Nasional dari Pengurus Pusat Asosiasi Dosen Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (ADPK) bersama perwakilan 91 kampus. Tampak hadir sebagai narasumber dalam diskusi tersebut, di antaranya Dr. Agung Laksono (Wantimpres), Prof. Dr. Kaelan (Pakar Pancasila), Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo (Gubernur Lemhannas RI), dan Dr. Prabawa Eka Soesanta (Direktur Bina Ideologi, Karakter dan Wawasan Kebangsaan).
Lebih lanjut, Syaifuddin menegaskan dirinya menolak RUU HIP demi menjamin secara pasti dan tegas tentang keutuhan dan kedudukan Pancasila sebagai fhilosofisce grounslag (dasar filosofi kehidupan berbangsa) dan sumber hukum tertinggi (sumber dari segala sumber hukum), sebagaimana telah ditegaskan oleh Bung Karno dalam pidatonya 1 Juni 1945 yang menjadi sumber histori kelahiran Pancasila sebagai Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Keberadaan dan pelaksanaan tugas BPIP perlu dipayungi oleh UU tersendiri dari hasil penggodokan forum ilmiah Asosiasi Dosen Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (ADPK) dimana UU itu adalah sebagai sumber hukum atas keberadaan dan pelaksanaan tugas operasional BPIP, yang berada di bawah UUD 1945," ujarnya.
Karena itu, lanjut Syaifuddin, di dalam pasal-pasal UU BPIP dimaksud tidak dibenarkan membunsaikan dan melampaui kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum sebagaimana telah ditegaskan di dalam Pembukaan UUD 45 dan Batang Tububhnya.
"Mengingat kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara pada era industri 4.0 ini nampaknya pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Pancasila di tengah kehidupan bangsa / masyarakat kian semakin meredup dan bahkan ditinggalkan oleh banyak pihak," tutur Ketua Ikatan Doktor Ilmu Komunikasi (IDIK) Unpad ini.