SBY Minta Penutupan Pemerintahan di AS Dimonitor
JAKARTA - Penutupan seluruh kantor layanan pemerintah Amerika Serikat (AS) atau dikenal dengan government federal shutdown, dipastikan tidak memberi dampak perekonomian yang berarti bagi Indonesia. Namun, hal tersebut juga menjadi perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam sidang kabinet paripurna kemarin (1/10), SBY beserta para menteri kabinet ikut membahas kebijakan pemerintah negara adikuasa itu. Menurut SBY, kebijakan tersebut akan berimbas pada Indonesia, meski tidak signifikan.
"Terjadi di Amerika Serikat, apa yang disebut government federal shutdown. Itu memberikan implikasi kepada perekonomian dunia, pereknomian negara-negara lain, ya begitulah karena perekonomian terbesar di dunia, dolar itu dimana berada dan peregerakannya seperti apa juga tidak bebas dari kebijakan AS, kebijakan moneter utamanya. Dengan demikian kita harus terus mengikuti, perekembangan dan dinamika di negara itu, maupun negara-negara penting lainnya,"jelasnya sebelum memulai Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Selasa (1/10).
SBY melanjutkan, di samping mengamati dampak kebijakan penutupan pemerintahan AS tersebut, kebijakan untuk menghentikan Quantitative Easing (QE) di negara tersebut juga harus diperhatikan. Sebab, jika kebijakan penghentian QE tersebut dijalankan secara dratis, maka akan terjadi gejolak ekonomi dunia. "Dan mau tidak mau, negara berkembang, emerging markets ikut terdampak dengan relative serius. Tapi kalau tidak secara radika, dramatis, bertahap, dampaknya tetap ada. Tapi tentu akan lebih baik bagi negara-negara emerging markets,"lanjutnya.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah menuturkan, sesuai instruksi Presiden SBY, keputusan Kongres Amerika tersebut harus dicermati dan dimonitor. "Karena itu akan berdampak pada belanja pemerintah di AS. Ketidak pastian di mata investor, Presiden juga tadi sampaikan untuk terus memonitor, terus menghitung bagaimana dampaknya pada perekonomian kita secara keseluruhan,"jelas Firmanzah di Kompleks Istana Kepresidenan, kemarin.
Namun, Firmanzah mengakui dampak kebijakan tersebut terhadap Indonesia, tidak terlalu besar. Meski begitu, tetap ada dampak secara tidak langsung. Diantaranya, kebijakan tersebut memicu ketidakpastian di mata investor. Akibatnya, para investor yang berniat berinvestasi ke Indonesia dalam posisi wait and see.
"Tidak ada pengaruhnya secara langsung (bagi Indonesia). Tapi kalau mau dikaitkan dengan Indonesia ya posisi wait and see investor tersebut terkait resiko shutdown pemerintahan AS. Mereka tidak mau ambil resiko terlalu dalam. Beda dengan rencana The Fed untuk mengurangi stimulus moneter. Memang dampaknya likuiditas dollar, tidak hanya di AS tetapi juga di dunia langsung terasa,"paparnya. (ken)