Sebarkan Kemajuan Indonesia-Tiongkok lewat Radio 65 Bahasa
Di dalam lemari kaca bertulisan Indonesia, tampak beberapa radio di Indonesia pernah mengunjungi CRI. Ada pula hadiah dari para pendengar berupa kaset album lagu-lagu lawas Indonesia seperti album milik penyanyi Hetty Koes Endang, Mus Mulyadi, dan penyanyi-penyanyi kondang era 1970-80-an lainnya. Penataan ruangan dibuat simpel dan rapi untuk memudahkan pengunjung menikmati hasil kerja sama CRI dengan berbagai radio di sejumlah negara.
Ada 21 karyawan, reporter, maupun penyiar radio di Departemen Indonesia dan mereka mendapatkan suasana kerja yang nyaman. Semua fasilitas yang bisa memudahkan pekerjaan diberikan CRI. Dalam hal pakaian kerja, misalnya, CRI tidak memberikan batasan asalkan tetap sopan. Salah seorang penyiar asal Indonesia Pierre Baskoro, misalnya, saat ditemui hanya mengenakan atasan kaus hitam dan celana pendek selutut.
Pemuda asal Bogor itu tampak santai mengutak-atik keyboard komputernya. Dia terlihat gembira saat disapa anggota delegasiJawa Pos. Pierre tidak butuh waktu lama untuk mengakrabkan diri. Dia tampak gembira bertemu sesama orang Indonesia selain Christine. Berbagai cerita pun mengalir dari pemuda kelahiran 5 Maret 1989 itu.
Pierre tinggal di Beijing sejak 2011. Tujuan awal kedatangannya ke Tiongkok adalah kuliah. Dia memilih jurusan jurnalistik di Communication University of China, Beijing. Sebelumnya dia menamatkan SD dan SMP di Bogor, lalu melanjutkan studi ke SMA di Malaysia.
Sulung dua bersaudara tersebut mengungkapkan, orang tuanya telah membiasakan dirinya untuk merantau. Karena itu, ketika dia mengutarakan keinginan untuk kuliah di Tiongkok, kedua orang tuanya langsung mengiyakan.
Selepas kuliah, Pierre pun memasuki dunia kerja. Dari situ dia merasakan betapa sulitnya memperoleh pekerjaan di Beijing. ”Saya menyebarkan CV dan lamaran kerja tidak cuma lima atau sepuluh. Ratusan perusahaan saya kirimi lamaran. Meskipun sebagian di antaranya tidak sesuai dengan bidang saya,” kenangnya seraya tertawa.
Sembari menunggu respons perusahaan, termasuk CRI, Pierre memutuskan untuk magang selama lima bulan di salah satu televisi swasta nasional di Indonesia. Dia baru keluar dari stasiun televisi tersebut setelah mendapatkan panggilan kerja dari CRI akhir tahun lalu. ”Saya memang sengaja memilih kerja di Tiongkok karena telanjur nyaman tinggal di kota ini,” ucap putra pasangan Stephanus dan Lanny itu.
Gaji yang diterima Pierre diakuinya cukup besar dibanding jika dirinya bekerja di Indonesia. Apalagi, dengan sertifikat ekspatriat, pendapatannya diberi lebih oleh pemerintah. Meski begitu, gaji bukan alasan Pierre bekerja di CRI. Dia melihat tantangan yang besar dengan bekerja di CRI, yakni harus menguasai tiga bahasa: Indonesia, Mandarin, dan Inggris.