Sebenarnya Saya Empat Kali jadi Menteri
Dengan semangat, Akbar bercerita bahwa dalam waktu dekat dirinya meluncurkan sekolah kepemimpinan politik bangsa di AT Institute. ’’Nanti di-launching tanggal 3 Mei,’’ kata Akbar.
Sekolah kepemimpinan ini digagas serius oleh Akbar. Sekolah tersebut diperuntukkan para anggota kelompok Cipayung, sebuah gabungan organisasi mahasiswa yang digagas pada 1972 yang terdiri atas HMI, GMNI, GMKI, PMII, PMKRI, dan ditambah empat organisasi lainnya.
’’Ini sekolah di mana ada tokoh-tokoh dan pakar di bidang kenegaraan, kepemimpinan, dan politik. Setiap kelas akan berlangsung seminggu sekali, selama dua bulan,’’ kata salah seorang pendiri Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) itu.
Demi memberikan kualitas pada sekolah tersebut, beberapa kolega dimintai tolong untuk menjadi pemateri. Akbar menyebut sosok mantan Ketua Mahkamah (MK) Konstitusi Jimly Asshiddiqie dan Mahfud M.D., pakar sosiologi dan budaya Romo Magnis-Suseno, pakar hukum tata negara Yudi Latif, dan pakar pemilu Ramlan Surbakti, termasuk dirinya sendiri, akan mengisi setiap sesi sekolah kepemimpinan itu.
’’Untuk beberapa nama, saya sendiri yang mengontak mereka, minta kesediaan. Ramlan, walau jauh di Jawa Timur, alhamdulillah bersedia. Kalau Romo itu juga guru saya waktu SMA,’’ ungkap lulusan SMA Kolese Kanisius, Jakarta, tersebut.
Akbar memiliki harapan sekolah kepemimpinan politik bangsa itu bisa menghasilkan kader yang berpotensi menjadi pemimpin, termasuk menjadi calon presiden. Secara persuasif, sekolah itu akan mendorong setiap anggota untuk bisa masuk menjadi bagian dari partai politik.
’’Apa pun partainya, saya tidak mempermasalahkan. Semoga salah satu di antara mereka nanti bisa muncul menjadi calon pemimpin bangsa,’’ ujarnya.
Ditanya lebih lanjut soal romansa sebagai menteri, Akbar menyebutkan, banyak pihak yang mengira dirinya pernah menjabat menteri selama tiga kali periode. Masing-masing adalah menteri pemuda dan olahraga (1988–1993), menteri perumahan rakyat (1993–1998), dan saat reformasi menjadi menteri sekretaris negara pada setahun era kepemimpinan Presiden B.J. Habibie.