Sebut Kesaksian Korban JIS Dipengaruhi Ibunya
JAKARTA - Persidangan dugaan tindak kekerasan seksual di sekolah Jakarta International School (JIS) hari ini menghadirkan MAK, siswa TK sekolah tersebut sebagai saksi korban.
Menurut Patra M. Zen, kuasa hukum Virgiawan Amin dan Agun Iskandar usai, keterangan yang disampaikan MAK melalui teleconference dan didampingi LPSK, berubah-ubah dan sulit dipahami.
Menurut Patra, tidak ada informasi baru dan saksi korban tidak mengungkapkan siapa sebenarnya yang melakukan dugaan sodomi ini.
Patra justru mempertanyakan urgensi dari teleconference yang dilakukan ini. Apalagi dalam sidang sebelumnya, sebagai bagian dari pembelaan, pengacara terdakwa tidak diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada MAK. Sementara majelis hakim langsung memberikan kesempatan kepada jaksa penuntut umum (JPU).
"Teleconference ini sebenarnya tidak perlu dilakukan. Dengan dihadirkan langsung kita akan melihat ekspresi dan penjelasan lebih detil dan murni dari MAK. Melalui teleconference semuanya tidak dalam kontrol kita, karena kita tidak bisa lihat apa yang ada di sekitarnya," ujar Patra usai sidang di PN Jakarta Selatan, Rabu (5/11).
Menurut Patra kesaksian melalui teleconference tidak independen. Dalam sidang yang menghadirkan MAK dan Alec sebagai saksi, menurutnya, banyak keterangan MAK yang bertolak belakang dengan keterangan ibunya. Melihat hal itu ibu Pipit yang duduk didekat MAK langsung memotong jawaban MAK dan melakukan intervensi.
"Sebagai contoh ketika di persidangan ditanya siapa yang memasukan burung ke dalam anusnya? MAK menjawab, Icha (Afrischa), si ibu langsung mendelik dan berbisik-bisik ke telinga anaknya,, ungkap Patra.
Afrischa adalah salah satu dari 5 terdakwa yang disidangkan. "Mana mungkin bisa memasukkan penisnya? Karena Icha adalah satu-satunya terdakwa perempuan," lanjut Patra.
Patra menegaskan, jika dalam teleconference ini, orang tua lagi-lagi bebas mengintervensi dan mempengaruhi anaknya, maka keterangan MAK bahwa dirinya disodomi patut diragukan. (sam/jpnn)