Sebut Panda Didzalimi, Mega Diminta Ajukan Bukti
jpnn.com - JAKARTA - Ketua DPD PDI-P Sumatera Utara Panda Nababan dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri harus mengklarifikasi tudingannya bahwa ada rekayasa perkara suap pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia yang menyebabkan Panda divonis 17 bulan penjara.
Hal tersebut dikatakan pakar hukum tata negara dari Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf, Minggu (6/4).
"Untuk memastikan itu rekayasa, Panda dan Megawati berkewajiban menyampaikan alat bukti sehingga pihak-pihak yang dulunya terlibat memproses Panda Nababan bisa mempertanggungjawabkan pekerjaannya," kata Asep Warlan Yusuf.
Seperti diketahui, polemik ini muncul lantaran Panda Nababan yang mantan napi itu dipercaya Mega menduduki kursi Ketua DPD PDIP Sumatera Utara.
Panda sendiri pada Jumat lalu mengatakan, dirinya sekitar Mei tahun lalu sudah berniat mengajukan pengunduran diri ke Megawati, demi menjaga nama baik partai. Tapi kata Panda, Mega mengatakan bahwa dalam kasus itu Panda didzalimi dan diperlakukan tak adil.
Asep mengatakan, kalau Panda dan Mega tidak menyampaikan bukti-bukti adanya rekayasa kasus, para pihak yang dulunya menangani perkara Panda dapat mengajukan perkara tudingan tersebut ke pengadilan sebagai kasus hukum baru.
"Dia tidak bisa asal bicara tanpa bisa memberikan bukti karena ini menyangkut kredibilitas peradilan dan KPK. PDIP harusnya tidak ragu-ragu memberikan bukti jika memang terbukti demikian, tapi kalau tidak jangan asal tuduh hanya untuk mencitrakan PDIP telah dizalimi oleh pihak tertentu," tegas Asep.
Dijelaskan Asep, Panda dihukum karena ada alat-alat bukti yang mengkaitkan dirinya dengan kasus suap tersebut. Saksi-saksi termasuk politisi PDIP sudah mengakui bahwa Panda salah seorang yang mengatur distribusi suap kepada sejumlah anggota DPR untuk memilih Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur BI.