Sebut Tim Presiden Amatiran, Politikus PKS Gulirkan Interpelasi
jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Muhammad Nasir Djamil menilai keputusan Presiden Joko Widodo memberhentikan secara hormat Menteri ESDM Archandra Tahar sudah tepat. Sebab, terjadi pelanggaran Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan.
Namun, politikus PKS itu menegaskan kesalahan bukan pada pria berdarah Minang tersebut, melainkan pada Presiden Joko Widodo, terutama para timnya. Baik itu Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly maupun Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki.
"Memberhentikannya sudah tepat, karena melanggar UU Kewarganegaraan. Tapi yang salah bukan dia (Archandra-red). Tapi presiden dan timnya. Tim presiden bekerja secara amatiran," kata Nasir saat dihubungi Senin (15/8) malam di Jakarta.
Bukti bahwa tim presiden bekerja secara amatir menurut Nasir, dibuktikan dengan paspor Amerika Serikat yang dimiliki seorang menteri. Hal ini sangat disayangkan karena menunjukkan ketidakcermatan, tidak teliti dan sembrono.
Lebih jauh, politikus asal Aceh ini menilai bahwa masuknya Archandra ke Indonesia bukan keinginan Presiden Jokowi. "Kalau saya baca bukan kemauan presiden. Arcandra jadi menteri bukan kemauan presiden. Sepertinya dia ditekan, mungkin dari Amerika," ujar Nasir.
Karena itu, pria berjambang ini berencana menggunakan hak interpelasi atau bertanya kepada Presiden Jokowi. Kementerian ESDM mengurusi sektor sangat strategis dan berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Sehingga, tidak sembarang orang ditempatkan di jabatan itu.
"Saya pikir DPR perlu menggulirkan hak interpelasi. Kenapa diberhentikan? Oh pegang paspor (AS). Kenapa bisa lolos? Publik perlu tahu. Presiden harus jelaskan. Ini kementerian negara, kita ngurus negara bukan RT," tegasnya.
Bicara migas, tambah Nasir, tidak lepas dari kepentingan asing. Masyarakat juga perlu tahu apakah masuknya Archandra bagian kepentingan asing atau tidak. Di sinilah perlunya DPR menggunakan hak bertanya.