Sejarah Hubungan Panas Pasar Senen dengan Si Jago Merah
jpnn.com - jpnn.com - Pasar Senen, Jakarta Pusat terbakar lagi. Sejak dibangun bersamaan dengan Pasar Tanah Abang oleh Yustinus Vinck pada 1735, si jago merah kerap menghancurkannya.
Namun, Pasar Senen tak pernah benar-benar luluh oleh api. Pasar tertua di Jakarta ini selalu mampu bangkit lagi, menjadi poros perputaran transaksi dan jual beli, juga mewarnai peradaban Jakarta.
Herman Malano, penulis buku Selamatkan Pasar Tradisional menyebut Pasar Senen pada tahun-tahun 1900-an pernah menjadi surga belanja yang mengalahkan Singapura.
"Pada saat itu Pasar Senen mencapai puncak kejayaan dan dijuluki Queen of the East," tulis aktivis Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia itu dalam bukunya.
Pada masa-masa itulah Pasar Senen menjadi arena para pemuda dari berbagai daerah berkumpul.
Letaknya yang tak jauh dari gedung Theater Schouwburg Weltevreden yang kini dikenal dengan nama Gedung Kesenian Jakarta dan sekolah maupun asrama para calon dokter STOVIA menjadikan Pasar Senen strategis sebagai tempat ideal untuk wandelen alias jalan-jalan sekaligus nongkrong di masa itu.
Pasar Senen, bukan hanya jadi favorit para pemuda yang kemudian tercatat sejarah sebagai aktivis kemerdekaan seperti Hatta, Soebandrio, hingga Soedjatmoko, melainkan juga menjadi ’rumah’ bagi para seniman.
Chairil Anwar, Asrul Sani, hingga Sitor Situmorang adalah dua dari sekian banyak nama seniman yang pernah menjadikan Pasar Senen sebagai tempat sekadar nongkrong maupun disukusi-diskusi serius.