Sekolah Swasta Surabaya Sedang Bingung, Kenapa?
jpnn.com - SURABAYA - Pencairan dana bantuan operasional daerah (bopda) selama Juli-September di Surabaya kembali bermasalah.
Itu terjadi lantaran banyak sekolah yang belum menyetorkan laporan pertanggungjawaban (LPj) sesuai ketentuan Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya.
"Sejak Juli lalu, sekolah belum menerima pencairan bopda. Kami tidak tahu perihal penyebab keterlambatan itu.
Yang pasti, sekolah sudah menyetorkan berkas LPj ke dispendik," ungkap Kepala SMK PGRI 7 M. Surur.
Dia menuturkan, seretnya pencairan bopda itu sangat berdampak pada menipisnya kondisi keuangan sekolah.
Khususnya untuk penggajian guru dan pengoperasian sekolah.
"Karena bopda tidak cair, kami terpaksa menggunakan dana cadangan sekolah. Kondisi tersebut tentu sangat memberatkan kami," tuturnya.
Surur menjelaskan, langkah menguras kas sekolah itu dilakukan karena sudah tidak ada cara lain untuk menambal pengeluaran selama proses pembelajaran berlangsung.
Mengandalkan dana bantuan operasional sekolah (BOS) saja tidak akan cukup. Membebankan biaya sekolah kepada siswa juga tidak mungkin.
Sebab, mayoritas siswa yang bersekolah di SMK PGRI 7 berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
"Di SMK 7, siswa kami tarik Rp 100 ribu per bulan. Tak semuanya membayar lunas dan sering menunggak," tuturnya.
Macetnya pencairan bopda itu juga disampaikan Kepala SMK Tunas Wijaya Eko Suprayitno.
Tidak mengucurnya dana bantuan tersebut membuat pihaknya kelimpungan mencari dana untuk mencukupi pengeluaran.