Semobil, Serasa dengarkan Kaset Kartolo, tapi tanpa Kaset
Banyolan demi banyolan itu memang berawal dari kebiasaan mereka. Betapa tidak, Kartolo sudah jatuh cinta kepada Kastini pada 1971 saat dia bergabung dengan Ludruk RRI Surabaya. Sedangkan Sapari bergabung dengan Kartolo Cs sejak era 1980-an, masa jaya mereka. Ketika itu, ada tiga orang lagi yang menjadi anggota. Yakni, Munawar, Basman, dan Sokran. Tiga orang tersebut sudah menghadap Sang Khalik. ’’Lha iya, ngelawake bareng, kok matine gak isa bareng. Antri situk-situk,’’ ujar Sapari.
Karena itu, melawak pun terasa mudah bagi mereka. Improvisasi dan pingpong banyolan mereka lakukan setiap hari. Tema-tema sederhana itu terbukti cespleng meledakkan tawa penonton Festival Ramadan.
Pejabat tinggi yang hadir di acara itu mereka buat terpingkal-pingkal. Misalnya, Wakil Gubernur Saifullah Yusuf, Kapolda Jatim Irjen Pol Unggung Cahyono, dan Kapolrestabes Surabaya Kombespol Setija Junianta. Begitu juga, beberapa pejabat yang lain. Tidak jarang dari nama-nama itu terkena sindiran oleh Kartolo yang tampil pertama di panggung pukul 21.30 itu.
Misalnya, Wagub Saifullah Yusuf yang disebut-sebut sering tukar pendapat dengan Kartolo. Pria berkumis itu dinilai sangat terbuka untuk tukar pendapat dengan seniman sepertinya. Namun, berbeda sikap ketika diajak tukar pendapatan. ’’Jelas lebih banyak Gus Ipul (sapaan akrab Saifullah Yusuf, Red) dibandingkan saya,’’ celoteh pria 69 tahun itu. Kalau di panggung itu, Kartolo berjaya. Duo wartawan Jawa Pos yang tampil justru kesulitan membikin penonton tersenyum. Soal itu, Kartolo mafhum ’’Ancen angel. Aku ae lek gak nggawe kidungan yo angel nggarai wong ngguyu,’’ ujarnya. Meski begitu, Kartolo tetap bersedia kalau suatu saat nanti kami nunut manggung lagi. Tentu ada trik yang diajarkan Kartolo. ’’Jangan tampil di pentas sendiri. Keluarnya bareng saya. Nanti saya bantu gojlok-gojlokannya,’’ ungkapnya.
Kartolo juga punya trik lain. Dia tidak pernah melantunkan kidung yang pernah muncul di kaset. Kidung yang disajikan selalu baru. Biasanya disesuaikan dengan tema dan pesan untuk masyarakat. Misalnya, pesan Ramadan, pesan persatuan, dan kerukunan. Kebiasaan itu ternyata memiliki manfaat tersendiri. Penonton tidak bosan. Selain itu, ada lawakan-lawakan baru yang tidak ketinggalan zaman. ’’Karena itu, saya selalu mencari bahan-bahan baru melalui perkembangan informasi untuk dijadikan lawakan,’’ ucapnya.
Malam itu Kartolo memang membuktikan kepiawaiannya. Di jagat jula-juli guyonan, dia masih menjadi raja. (*/c4/dos)