Semua Izin Penyelenggara Konten Ponsel Dicabut
JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memberikan waktu sampai akhir tahun bagi para pihak yang masih berminat dan mampu menjadi perusahaan penyelenggara jasa penyedia konten ponsel. Diberlakukan syarat ketat pasca mendapatkan respon negatif masyarakat akibat kasus “sedot pulsa” tanpa konfirmasi akibat pengaktifan konten terutama Ring Back Tone (RBT) alias nada sambung lagu.
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo, Gatot S Dewo Broto, mengatakan kemarahan masyarakat akibat kasus pulsa tersedot itu memang sudah memuncak sejak lama, sekitar Oktober 2011. Saat itu pihaknya bersama Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menyatakan supaya bisnis ini ditata ulang.
Namun baru pada 26 Juli 2013 secara formal Menkominfo Tifatul Sembiring mengesahkan Permenkominfo nomor 21 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Jasa Penyediaan Konten Pada Jaringan Bergerak Seluler dan Jaringan Tetap Lokal Tanpa Kabel Dengan Mobilitas Terbatas. ”Aturan ini berlaku sejak diumumkan tetapi berlaku masa transisi selama enam bulan,” kata Gatot kepada Jawa Pos, kemarin.
Secara prinsip aturan ini memperketat izin penyelenggaraan bisnis ini dibandingkan sebelumnya yang sangat mudah. ”Dulu, penyedia konten cukup daftar ke BRTI dan dapat izin. Yang daftar ada 205 perusahaan tetapi yang tidak terdaftar dan akhirnya kerjasama dengan yang terdaftar jumlahnya hampir 200 juta,” ungkapnya.
Keluarnya aturan baru ini otomatis menggugurkan aturan lama sehingga mencabut izin dari semua penyelenggara yang sudah terdaftar agar memulai dari nol lagi untuk ikut seleksi awal. ”Sekarang ketat, mengikuti rezim perizinan. Mulai dari izin prinsip, ULO (Uji Laik Operasi), dan izin penyelenggaraan. Jadi sama dengan izin perusahaan telekomunikasi. Memang ribet, tapi salah satu tujuannya untuk meminimalisasi kerugian konsumen,” Gatot meyakinkan.
Pasca reaksi negatif masyarakat terjadi pada 2011, hampir semua pebisnis bidang ini dinilai tiarap. Padahal pihak Kemenkominfo tidak memerintahkan untuk menghentikan bisnis itu melainkan hanya akan melakukan penataan ulang. ”Paling kalau yang lanjut ya sudah mulai perbaikan. Misalnya pelanggan RBT itu mendapatkan konfirmasi apakah langganannya akan diperpanjang atau tidak. Kalau dulu kan nyelonong saja langsung diperpanjang, tiba-tiba pulsa tersedot,” kisahnya.
Semestinya, kata Gatot, penyelenggara bisnis ini memang perusahaan berkompeten karena potensi bisnisnya sangat menggiurkan. ”Bisnisnya sangat menggiurkan sekali. Terutama yang paling favorit ya konten musik itu. Kerjasama dengan label musik. Sampai 10 besar paling laris itu dari konten musik,” terangnya.
Data Asosiasi Rekaman Indonesia (Asiri) pada akhir 2009, sekitar 20 persen dari 170 juta pelanggan seluler di Indonesia menggunakan RBT. Dari jumlah tersebut, sekitar 2 juta di antaranya terus aktif berlangganan RBT setiap bulannya dengan konsumen terbesar berasal dari generasi muda.
Bagi para operator, kontribusi pemasukan dari RBT, divisi value added service (VAS) atau layanan nilai tambah) berkisar antara empat hingga lima persen dari total pendapatan perusahaan per tahun. Jumlah tersebut diyakini akan terus membesar seiring dengan tren meningkatnya penggunaan konten pada ponsel. Industri RBT pun mengalami peningkatan, baik dari segi jumlah ketersediaan lagu, layanan, harga yang semakin terjangkau, hingga inovasi yang ditawarkan.