Sengketa Indonesia Vs Uni Eropa soal Ekspor Nikel, JAKI Serukan Reformasi WTO
jpnn.com, JAKARTA - Organisasi Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI) terus berupaya membantu pemerintah RI dalam gugatan pelarangan ekspor bijih nikel di World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia.
Setelah mengajukan diri sebagai pihak ketiga atau intervensi dalam panel banding perkara tersebut di Badan Banding WTO, kini JAKI mengajukan diri sebagai konsultan atau penasihat WTO guna membela kepentingan RI.
Diketahui, Indonesia kalah dalam gugatan Uni Eropa di Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) WTO, mengenai kebijakan larangan ekspor bijih nikel. Indonesia pun mengambil langkah banding atas putusan tersebut.
"Posisi kita bukan (lagi mengajukan sebagai) pihak ketiga, tapi sebagai advisory di para panelis Badan Banding di situ," kata Koordinator Eksekutif JAKI Yudi Syamhudi Suyuti, Rabu (1/2), kepada wartawan, Jakarta.
Pendapat konsultan atau penasihat ini, kata Yudi, menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan saat gugatan banding. Yudi mengaku telah berkomunikasi dengan pemerintah terkait inisiatif ini.
"Kita sudah komunikasi dengan WTO juga," ucapnya.
Yudi pun menjelaskan alasan di balik JAKI mendukung upaya pemerintah melarang ekspor bijih nikel. Menurut dia, JAKI mendukung kebijakan hilirisasi nasional pemerintah yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Dalam hal ini mendorong Indonesia menjadi negara maju yang mampu memproduksi sumber-sumber daya alam berbahan baku mentah menjadi produk jadi seperti EV Battery (Electric Vehicle) dan berbagai produk jadi lainnya. Tentu ini sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dibentuknya WTO pada 1994, dimana tidak terlepas dari kesepakatan GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) sebagai cikal bakalnya pada 1947, yang menyatakan saling mengakui bahwa hubungan negara-negara di bidang perdagangan dan usaha ekonomi harus dilakukan dengan maksud untuk meningkatkan taraf hidup, memastikan pekerjaan penuh dan volume pendapatan riil yang besar dan terus tumbuh serta permintaan efektif, mengembangkan penggunaan penuh sumber daya negara," papar Yudi.