Serang 30 Pos Polisi, Milisi Rohingya Klaim Membela Diri
Sejak 12 Agustus lalu, pasukan Myanmar memang kembali diterjunkan ke Rakhine. Ada sekitar 500 tentara yang diterjunkan untuk mencari militan Rohingya.
Imbasnya, 3.500 etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh karena takut tragedi Oktober tahun lalu terulang.
Bentrokan kemarin seakan membenarkan perkiraan laporan komisi khusus yang dipimpin mantan Sekjen PBB Kofi Annan.
Dalam laporan yang diungkap ke publik Kamis (24/8), dijelaskan konflik di Rakhine bisa berkobar lebih besar jika pemerintah Myanmar tidak mengambil langkah konkret untuk mengatasinya.
Solusi yang ditawarkan adalah berhenti menekan dan menganaktirikan etnis Rohingya. Sebab, represi dan kehadiran lebih banyak pasukan keamanan hanya membuat penduduk yang putus asa itu kian rentan direkrut kelompok ekstremis.
Meski begitu, Annan tidak sepakat dengan serangan ARSA itu. ’’Tidak ada alasan yang bisa membenarkan pembunuhan secara brutal dan tidak masuk akal seperti itu,’’ tegasnya.
ARSA adalah contoh nyata kelompok ekstremis yang lahir dari konflik berkepanjangan. Kelompok itu muncul pasca bentrokan komunal antara pemeluk Buddha dan etnis muslim Rohingya di Rakhine yang meletus pada 2012 lalu.
Mereka dibentuk oleh kelompok etnis Rohingya yang tinggal di Arab Saudi. Berbagai lembaga pengamat takut pemerintah Myanmar akan mengulang kesalahan serupa.