Serangan Balik, TikTok Gugat Donald Trump dan Menteri Perdagangan Amerika
jpnn.com, LOS ANGELES - Perusahaan jejaring sosial berbagi video, TikTok, pada Senin (24/8) mengajukan gugatan terhadap pemerintahan Trump atas perintah eksekutif yang melarang segala bentuk transaksi di Amerika Serikat (AS) dengan perusahaan induknya, ByteDance.
Dalam gugatan setebal 39 halaman yang diperoleh Xinhua, Presiden AS Donald Trump, Menteri Perdagangan Wilbur Ross, dan Departemen Perdagangan AS masuk dalam daftar pihak tergugat.
Menurut dokumen itu, TikTok menuding otoritas AS telah mencabut hak perusahaan tersebut tanpa bukti apa pun untuk menjustifikasi tindakan ekstremnya, serta mengeluarkan perintah tanpa proses hukum seperti yang dijamin dalam Amendemen Kelima.
Sementara itu, dokumen tersebut mengutip pernyataan dari Trump terkait masalah ini, seperti menyatakan dalam konferensi pers bergaya kampanye bahwa TikTok "tidak memiliki hak" dan dia akan melarang aplikasi populer itu jika pihak perusahaan tidak menyerahkan uang kepada pemerintah demi mengamankan persetujuan untuk penjualan apa pun. Kata-kata itu tidak konstitusional.
"Dengan menuntut Penggugat untuk melakukan pembayaran ke Departemen Keuangan AS sebagai syarat untuk penjualan TikTok, Presiden telah mengambil properti Penggugat tanpa kompensasi yang melanggar Amandemen Kelima," kata dokumen itu.
Selain itu, gugatan tersebut mengatakan, dengan mencegah TikTok beroperasi di AS, perintah eksekutif itu melanggar hak kebebasan berkomunikasi perusahaan tersebut yang dilindungi Amandemen Pertama, sebagai sarana komunikasi ekspresif.
Perusahaan teknologi yang berbasis di Los Angeles itu berpendapat perintah eksekutif tersebut merupakan penyalahgunaan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA), dengan mengizinkan pelarangan aktivitas yang belum terbukti sebagai "ancaman luar biasa dan tidak lazim" dalam kasus ini.
TikTok berargumen bahwa para presiden terdahulu menggunakan kekuasaan yang disahkan oleh IEEPA untuk melindungi negara dari ancaman pihak asing, termasuk terorisme dan penyebaran senjata pemusnah massal, tetapi perintah eksekutif ini berupaya menggunakan IEEPA untuk melawan perusahaan AS dengan ratusan karyawan tersebar di seluruh negara itu dan untuk menghancurkan komunitas daring berbagi konten video oleh jutaan warga Amerika.