Sesajen
Oleh Dhimam Abror DjuraidMasyarakat primitif kemudian berkembang menjadi masyarakat yang mempercayai metafisika, bahwa ada kekuatan besar yang mengendalikan dunia. Kemudian muncullah agama Hindu dan Buddha yang mempunyai serangkaian kepercayaan dengan unsur mistik yang kuat.
Ketika Islam datang ke Jawa pada abad ke-15, ajaran tauhid yang menjadi intinya secara diametral bertentangan dengan ajaran mistik Hindu.
Namun, para pendakwah Islam yang dikenal sebagai Wali Sanga atau Wali Sembilan mengambil langkah dakwah yang kompromistis dengan banyak mengakomodasi keyakinan Hindu yang sudah menyatu dengan budaya lokal.
Karena itu lahirlah Islam Jawa yang sinkretis dan merupakan paduan Islam dengan sufisme yang banyak mengadopsi unsur mistik Jawa. Dengan strategi dakwah yang adaptif itulah Islam bisa diterima dengan mudah di Jawa. Islam Jawa kemudian mempunyai corak khas karena perpaduannya yang kental dengan mistisisme Jawa.
Prof. Simuh melakukan studi yang mendalam tentang praktik Islam mistis ini. Dalam ‘Sufisme Jawa: Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa’, Simuh melihat sufisme Jawa sebagai ajaran yang mempunyai akar yang sama dengan tasawuf Islam.
Menurut Simuh, tasawuf bisa diartikan sebagai mistik yang tumbuh dalam Islam. Tujuan utama tasawuf ialah untuk bersatu dengan Tuhan secara makrifat.
Pokok-pokok ajaran tasawuf meliputi distansi atau menjaga jarak dari nafsu serta urusan duniawi, dan konsentrasi atau memusatkan pikiran untuk berzikir pada Allah. Puncak proses tasawuf adalah tercapainya Insan Kamil, manusia sempurna, yang berhasil berhubungan dan menyatu dengan Allah.
Perkembangan tasawuf ditentang oleh para mujtahid yang lebih menekankan pada pemahaman Islam yang murni yang langsung bersumber Al-Qur'an dan hadis. Tasawuf dinilai tidak sesuai syariat dan menodai kemurnian ajaran Islam.