Setelah Irex, Kini Heboh Solar Cepu
jpnn.com - Praktik curang berupa mengisi BBM ilegal pernah marak terjadi satu dekade silam. Saat itu pengemudi truk yang melintasi jalur Pantura kerap mengisi kendaraan mereka dengan BBM “Irex”. Tentu itu bukan BBM resmi yang dikeluarkan oleh Pertamina, melainkan bahan bakar oplosan antara solar dan minyak tanah yang saat itu harganya masih lebih murah.
Nah, sejak tiga bulan terakhir praktik curang itu kembali marak. Kali ini bukan irex melainkan Solar Cepu. Menurut Wakil Ketua Umum Aprtindo (Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia) Kyatmaja Lookman, Solar Cepu adalah bahan bakar yang berasal dari sumur tua yang dikelola swadaya oleh masyarakat. ”Jadi ini minyak mentah yang mungkin baru sekali disaring, dan belum diketahui kandungannya seperti apa,” katanya.
Disebut Solar Cepu, sebab kebanyakan minyak jenis ini memang dipasarkan di jalur Pantura, jalur yang padat dilintasi oleh truk-truk pengangkut barang.
Pemakaian Solar Cepu sendiri dinilai bisa merugikan. Terutama dari sisi perawatan dan perbaikan truk. Kyatmaja lantas mencontohkan, dalam satu kali perjalanan Jakarta ke Surabaya, truk bisa mengisi BBM hingga 250 liter. Bagi supir yang curang, mengisi Solar Cepu bisa meningkatkan pendapatan mereka, sebab harga perliter hanya dibandrol Rp 3.000. selisih lebih dari Rp. 2 ribu dibanding harga Solar yang dijual di SPBU resmi pertamina.
”Maksimal keuntungan yang didapatkan supir yang curang dengan mengisi Solar Cepu adalah Rp 500 ribu per sekali jalan,” katanya.
Namun di balik keuntungan tak seberapa yang diterima oleh pengemudi, tersimpan potensi kerugian yang demikian besar bagi pengusaha truk. Itu tentu berkaitan dengan kondisi mesin truk. Sebab, jika keseringan diisi Solar Cepu, truk akan lebih cepat panas dan boros. Belum lagi kerusakan pada filter, injector, dan bosch pump.
”Itu nilainya bisa puluhan juta. Apalagi kalau di truk yang sudah menggunakan teknologi terbaru, tidak akan cocok dipakaikan BBM ilegal itu. Karena ada satu bagian yang rusak, dan itu harganya perbiji Rp 10 juta, sedangkan kalau ganti harus enam biji, total bisa Rp 60 juta lho,” katanya. (jpnn/pda)