Setiap Hari Siswi SMA Ini Mendorong Becak, Angkut Dagangan Ortu
Selain menjual beraneka gorengan, cemilan serba seribu, di Ampera Ayah juga menyediakan nasi padang seharga 10 ribu rupiah. Begitupun melayani minum kopi, the telur, teh es, ekstrajos dingin, serta lain sebagainya.
“Saya membantu Bapak sejak masih duduk di bangku SD, namun karena masih kecil cenderung hanya mendampingi beliau mendorong becak, kadang saya merengek naik ke atasnya,” cerita Nadia.
Apakah malu lantaran tiap pagi harus mendorong becak sambil mengenakan seragam lengkap sekolah. Nadia pun spontan membalas dengan senyuman kecil, seraya berupaya menyembunyikan wajahnya sambil memencet ponsel di tangannya.
“Soal keinginan, saya juga punya sebuah impian. Yakni bagaimana nantinya bisa membahagiakan kedua orangtua, hingga kelak mereka bisa hidup lebih tenang. Sebab itu saya pun sering berangan-angan untuk bisa menjadi dokter,” ujarnya pula.
Sebagai penghasilan tambahan, Ayahnda Nadia, Mawardi, terkadang juga diminta oleh pengusrus Masjid menjalankan kotak amal ke rumah-rumah warga, serta jadi kuli bangunan bila ada kesempatan. Maklum keluarga kecil ini dari puluhan tahun silam tetap saja masih mendiami rumah kontrakan dengan biaya sewa per bulan Rp400 ribu, yang harus dibayar tiga bulan sekali.
Lantaran tiap pagi harus membantu orang tua membuat bahan dagangan, plus mendorong becak ke kedai, Nadia pun tak jarang terlambat datang ke sekolah. Tak hayal, saat dalam perjalanan mendorong becak, Nadia selalu merasa was-was, sekaligus berdoa dalam hati agar jangan terlambat lagi.
“Saat mendorong becak, saya selalu berfikir dalam hati, jangan sampai terlambat lagi datang ke sekolah. Karena selama ini sudah terlanjur dicap guru sebagai anak pemalas, suka terlambat,” aku Nadia, sedih.
Maka, begitu sampai di warung barang-barang langsung diturunkan, dan seketika itu mesti bergegas mencari ojek untuk segera berangkat ke sekolah, dengan tarif Rp5000. Sesekali minta diantarkan bapaknya dengan becak, lantaran motor juga tak punya.