Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Si Cantik, Satu-satunya Komandan Perempuan Tanker Pertamina

Jumat, 19 Februari 2016 – 07:20 WIB
Si Cantik, Satu-satunya Komandan Perempuan Tanker Pertamina - JPNN.COM
Kapten Agustin Nurul Fitriyah di Kapal Tanker Pertamina MT Merbau. Foto: Dhimas Ginanjar/Jawa Pos

Sebenarnya banyak cerita saat dia bertugas. Namun, Agustin berusaha sebisa-bisanya tidak bercerita kepada orang tua. Dia khawatir mereka yang di darat waswas. ’’Saya suka di laut. Sukanya buanyak. Tapi, nggak bisa cerita karena orang tua suka khawatir siapa yang mengurus saya,’’ tambahnya.

Salah satu yang membuat Agustin mencintai profesinya adalah melihat luasnya tanah air. Favoritnya adalah daerah Sabang (Aceh) dan Kupang (Nusa Tenggara Timur). Alasannya sederhana, saking bagusnya, kalau difoto pakai kamera terjelek, hasilnya masih tetap bagus.

Tapi, di sisi lain, pekerjaan itu juga tak jarang menyayat hati. Terutama saat mengantar BBM ke daerah yang masih tertinggal. Misalnya, di Natuna, Riau, yang masih banyak tempat gelap. 

Begitu juga warga Reo, Kabupaten Manggarai, NTT. Saat malam sangat gelap karena energi hanya cukup untuk siang. Ada juga tempat yang sulit dijangkau kapal pemandu ketika cuaca buruk.

VP Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro menyebutkan, distribusi BBM di Indonesia itu terumit di dunia. Sebab, distribusi melibatkan transportasi darat, laut, sampai udara untuk menyalurkan 63 juta kiloliter (kl) BBM tiap hari. Di Sumatera dan Kalimantan, perlu menembus sungai dengan berbagai jenis kapal.

Sementara itu, di Papua, banyak tempat yang hanya bisa dijangkau dengan pesawat udara. Kapal menjadi andalan untuk menghubungkan distribusi antarpulau. Saat ini jumlah kapal tanker yang dimiliki Pertamina mencapai 270 unit. 

Wianda menyatakan, perbedaan distribusi antara Jawa dan pulau lain bak langit dan bumi. ’’Di Kalimantan lebih menarik. Setelah ke tangki, BBM dimasukkan ke drum, lalu ke longboat untuk dikirim ke APMS (agen premium dan minyak solar),’’ jelasnya. 

Sesuai dengan aturan, sebenarnya nakhoda boleh menolak sandar kalau membahayakan. Tapi, dia kerap tidak sampai hati kalau ada telepon yang menyatakan kondisi darurat. ’’Kami tidak bisa begitu. Apalagi kalau ada telepon penting dan bilang kalau tidak bersandar, (listrik, Red) akan mati semua,’’ ungkapnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

BERITA LAINNYA