Sosialisasi Empat Pilar MPR Lewat Pagelaran Wayang Kulit
MPR memilih seni budaya sebagai salah merode sosialisasi, menurut Siti Fauziah, karena di dalam seni budaya tradisional seperti wayang kulit ini, mengandung filosofi yang berisi tuntunan dan dapat dijadikan panutan, selain sebagai tontonan.
“Mudah-mudahan cerita wayang yang disampaikan dalang, Ki Seno Aji, melalui lakon Wahyu Makutoromo, memberi manfaat untuk masyarakat, dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,” harap Siti Fauziah.
Pagelaran wayang kulit di tahun politik yang dibuka oleh Ketua Fraksi Gerindra di MPR Edhy Prabowo atas nama Pimpinan MPR RI ini, diwarnai semangat persatuan. Buktinya, di bawah tenda besar yang dijadi tempat pementasan wayang kulit ini, selain berkumpul para pejabat daerah bersama warga dan tokoh masyarakat dari berbagai elemen, juga hadir para calon legislatif asal Kabupaten Banyuasin dari lintas partai.
“Inilah tujuan diadakannya pagelaran wayang kulit, untuk menyatukan semua kekuatan. Karena kita sama-sama menyadari bahwa yang kita urus adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan negara milik satu kelompok. Dan, inilah makna kita berbeda,” ungkap pria kelahiran Tanjung Enim, Sumatera Selatan, itu.
Kebetulan hampir 65 persen penduduk Kabupaten Banyuasin adalah warga Jawa, sehingga Edhy Prabowo menilai, di tengah ekonomi yang sulit seperti sekarang ini, wayang kulit menjadi salah satu alat yang paling efektif untuk bisa menyatukan rakyat dari semua suku. Apalagi di Banyuasin ini antara penduduk asli dan pendatang sangat kompak.
“Tinggal sekarang, bagaimana melalui pagelaran wayang ini rakyat Banyuasin, khususnya kecamatan Air Kumbang, bisa guyub dan rukun,” ujar Ketua Komisi IV DPR yang membidangi pertanian ini.
Berkaitan dengan sosialisasi Empat Pilar MPR (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika), Edhy Prabowo perlu menjelaskan bahwa itu bukanlah tata urutan kenegaraan, melainkan hanya pengemasan. Intinya, ada empat hal pokok di negara ini yang tidak boleh kita langkahi, yakni Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara, UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi negara, NKRI sebagai bentuk negara, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara.
Jadi, lanjut Edhy Prabowo, di negeri ini apapun bentuk kehidupan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. “Kalau bertentangan dengan Pancasila, itu berarti melawan hukum di Indonesia,” ujar Edhy Prabowo.
Begitu pula UUD NRI Tahun 1945 adalah hukum tertinggi di negeri ini. Kalau ada hukum lain bertentangan dengan konstitusi maka hukum itu menyalahi aturan yang ada di Indonesia. Misalnya, kalau ada Perda bertentangan dengan UUD maka wajib dibatalkan. Atau bila ada UU yang dibuat DPR bertentangan dengan UUD maka wajib diganti.