Status Jokowi Harus Dipastikan
jpnn.com - JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) sebaiknya segera mempertegas status Joko Widodo alias Jokowi dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan bus Trans Jakarta yang sudah menjadikan mantan Kadishub DKI Jakarta Udar Pristono sebagai tersangka.
Pakar hukum tata negara Universitas Parahyangan Bandung Prof Dr Asep Warlan Yusuf dalam perbincangannya dengan wartawan di Jakarta, kemarin (22/5).
"Kalau Kejagung tidak segera menentukan status Jokowi, apakah hanya sebatas saksi, atau tersangka. Maka hal ini akan menimbulkan ketidakjelasan dalam proses pilpres. Artinya Kejagung harus segera menjelaskan status Jokowi," papar Asep.
Kalau hal ini dibiarkan hingga Pilpres 9 Juli nanti, lantas seandainya Jokowi yang terpilih atau memenangkan Pilpres.
Baru kemudian Kejagung menetapkannya sebagai tersangka, maka hal tersebut malah mengarah kepada kekosongan kekuasan atau vacum of power.
”Atau penetapannya malah di ujung menjelang pilpres, ini pun bisa mengacaukan tahapan pilpres. Sebab sesuai undang-undang pilpers tak bisa dilakukan kalau ternyata hanya ada satu pasangan calon. Ini pun akan berdampak kepada kekosongan kekuasaan, sebab sesuai undang-undang pula masa jabatan Presiden SBY selesai pada 20 Oktober 2014,” tuturnya.
Menurut Asep, sesuai aturan UU pula, kalau ternyata salah satu capres menjadi tersangka terkait pelanggaran pidana dengan ancaman hukumannya di atas lima tahun, maka capres tersebut harus diganti oleh parpol pengusungnya.
"Nah kalau kasusnya korupsi maka ancaman hukumannya 15 tahun sampai 20 tahun, itu sudah mencukupi untuk segera dilakukan pergantian capres," tukasnya.