Strategi Banyuwangi Pacu Partisipasi Publik dalam Pembangunan
”Kondisi itulah yang membuat partisipasi dan keterlibatan rakyat dalam perencanaan pembangunan sangat minim. Rakyat kapok karena sudah usul, seolah-olah diakomodasi, tapi ditunggu tidak ada eksekusi usul. Di Banyuwangi, itu kami ubah. Kami siapkan pagu indikatif untuk kecamatan, totalnya Rp 100 miliar, duitnya langsung ke kecamatan,” ujarnya.
Dalam prosesnya, masyarakat desa langsung tahu jika usulan mereka yang dibahas dan bila disetujui dalam Musrenbang Kecamatan, pasti akan diakomodasi dalam pendanaan APBD.
”Tiap kecamatan alokasinya beda-beda, itu nanti disalurkan ke desa. Indikatornya ada tingkat kemiskinan, jumlah penduduk, luas, infrastruktur, indeks pendidikan, dan indeks kesehatan. Kecamatan kota misalnya cuma Rp 3 miliar, sedangkan kecamatan yang lebih luas dan masalahnya lebih kompleks bisa dapat di atas Rp 5 miliar. Dana itu alokasinya jelas sesuai hasil usulan warga, jadi tidak dibagi rata ke desa-desa. Itu nanti juga dipadukan dengan program pemerintah pusat seperti PNPM, jadi terintegrasi, tidak tumpang-tindih,” papar Anas.
Adapun kebutuhan-kebutuhan warga lain ditopang lewat dinas-dinas terkait. ”Misalnya butuh dana bangun jalan, ya lewat Dinas PU. Yang penting transparan, usulan masyarakat di desa sudah disetujui, ya pasti dilaksanakan. Sebelum ini, seolah-olah rakyat disetujui usulannya, tapi kemudian tidak ada alokasinya di APBD. Istilah anak mudanya di-PHP-in,” kata Anas.
Untuk menambah kepercayaan rakyat, semua usulan dan alokasi dana diumumkan secara terbuka lewat website dan papan-papan pengumuman. Alokasi APBD Banyuwangi juga dipasang di baliho-baliho besar. ”Sudah bukan zamannya APBD itu jadi rahasia negara. Ini penting agar tercipta trust antara rakyat dan pemerintah. Kalau sudah saling percaya, bisa kolaborasi. Buktinya, partisipasi rakyat dalam perencanaan dan membantu eksekusi program pembangunan meningkat pesat,” pungkasnya. (eri/mas)