Strategi Bea Cukai dalam Memaksimalkan Potensi Ekspor
jpnn.com, JAKARTA - Bea Cukai terus melakukan berbagai upaya dan strategi untuk meningkatkan devisa ekspor. Selain menciptakan berbagai inovasi dalam prosedur dan kemudahan ekspor, Bea Cukai juga memperkuat sinergi dengan pemerintah dan instansi terkait.
Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UK) Teten Masduki didampingi Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Kalimantan Bagian Selatan HB. Wicaksono, dan Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Kalsel Gustafa Yandii, mengunjungi dua UKM pengrajin rotan di Banjarmasin, yaitu PT Sarikaya Sega Utama dan CV Duta Barito, Jumat (7/2) lalu.
Kedua UKM tersebut merupakan industri rotan yang masih bertahan di Kalimantan Selatan, yang saat ini mempekerjakan masing-masing sekitar 200 penduduk lokal. Sebelum adanya larangan ekspor rotan, kedua perusahaan tersebut merupakan penghasil devisa ekspor dan menyerap tenaga kerja hingga 2.000 orang. Selain itu, bahkan terdapat sekitar 30 perusahaan serupa yang telah bangkrut.
Memerhatikan kondisi tersebut, Teten memaparkan adanya informasi yang bias antara supply dan demand. Ia mendengar industri furnitur rotan dalam negeri meributkan kekurangan bahan baku, sementara informasi yang diperoleh dari petani dan asosiasi rotan Kalimantan bahwa ketersediaan rotan melimpah, yang hanya mampu diserap lokal sebesar 30 persesn.
Atas dasar itu, Menteri meminta petani, pengrajin dan asosiasi agar menyampaikan data kapasitas produksi rotan. “Dengan ketersediaan data tersebut, Pemerintah akan bisa memberikan solusi kebijakan yang tepat guna meningkatkan kesejahteraan petani dan UKM rotan, dan di satu sisi juga ada nilai tambah dari pengolahan komoditas sumber daya alam kita,” ujar Teten.
Dari sisi pengawasan ekspor, HB. Wicaksono menyebutkan bahwa Bea Cukai telah bersinergi bersama Gubernur dan Kapolda Kalsel, Pajak, Syahbandar, dan Pelindo menandatangani MoU tata kelola rotan yang akan dilanjuti tahun ini dengan penerbitan Pergub.
Tata kelola bertujuan membentuk Pusat Konsolidasi Rotan, agar terwujud keterbukaan dan validitas data kapasitas produksi, jumlah yang diserap lokal, jumlah yang tidak terserap. “Kedepannya, fakta penumpukan rotan yang tidak terserap tersebut akan kami dorong kepada Pemerintah Pusat untuk membuka larangan ekspor dengan menggunakan skema Pusat Logistik Berikat,” ujar Wicaksono.
Dengan kebijakan yang tepat diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan UKM rotan, menumbuhkan kembali industri rotan di Kalsel, menyerap tenaga kerja, hingga peningkatan ekspor untuk membantu memperbaiki neraca perdagangan Indonesia.