Suami Sendiri
Oleh: Dahlan IskanBeberapa penziarah duduk di sekitar nisan: membaca Qur'an. Tujuh orang. Sudah agak sesak.
Saya memaksa duduk di pojok nisan. Berdoa. Membaca Qur'an . Tidak lama. Harus bergantian.
Saya lihat beberapa wanita di rombongan kami juga bergiliran masuk. Baik yang pakai kerudung maupun yang you can see berpenutup aurat. Yang Kristen. Yang Buddha. Mereka duduk menghadap makam. Menunduk. Berdoa. Dalam hati.
Begitu keluar dari ruang nisan itu terlihat begitu banyak orang Tionghoa yang ingin masuk. Dari wajah mereka saya hafal: orang dari Provinsi Gansu. Atau Qunghai. Apalagi kalau lihat cara mereka pakai topi putih yang menempel di kepala.
Mereka datang dari Kota Lanzhou –ibu kota Gansu. Saya pun ngobrol dengan mereka. Saya puji enaknya mi Lanzhou Lamian kesukaan saya kalau ke Gansu.
Dari obrolan itu saya tahu: mereka datang ke Guangzhou khusus untuk berziarah kubur. Ke makam Abu Waqash. Mereka naik bus. Tiga hari tiga malam.
Dari Guangzhou mereka masih akan ke Provinsi Fujian. Ke kota Quanzhou. Di situ ada makam wali lainnya --seangkatan dengan Abu Waqash.
Quanzhou memang salah satu pelabuhan utama Tiongkok masa lalu. Ibnu Batuta pernah tinggal di Quanzhou.