Suara Warga Korban Tsunami: Daging Banyak Tetapi Nasi Tidak Ada
"Di sini 350 kepala keluarga hidup di bawah garis kemiskinan, Mereka bisa makan daging setahun sekali. Itupun kalau ada yang nyumbang," kata Machdum Bachtiar tokoh masyarakat Kampung Rancaranji, Desa Kramatlaban, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang.
Dia menceritakan, saat warga desa lainnya bisa makan daging sejak Iduladha hari pertama, rakyat di sini "berpuasa". Beruntung, sehari setelah Iduladha, mereka bisa makan daging.
Kisah lainnya datang dari warga korban tsunami Banten, 22 Desember 2018. Lima bulan terakhir 284 KK yang tinggal di hunian sementara (huntara) hidup dalam keprihatinan.
Sumbangan yang datang semakin berkurang. Sangat berbeda di awal-awal kejadian tsunami. Saat itu bantuan melimpah.
"Dulu awal-awal gempa, banyak sekali sumbangan. Warga hidup enak karena semuanya ada tapi kemudian mulai Februari 2019, sumbangan makin menipis. Dan, benar-benar kekurangan dalam lima bulan terakhir," terang Lilis Wati, guru PNS yang merupakan pengurus korban tsunami Kecamatan Carita.
Sumbangan yang makin menipis dan belakangan tidak ada lagi membuat tidak sedikit yang menjadi pengemis. Minta-minta di jalanan, ke rumah warga, dan lainnya. Yang punya sepeda motor memilih menjadi tukang ojek.
Sedangkan ibu-ibunya ada yang berjualan makanan. Dari sumbangan yang tersisa, dijadikan modal usaha kecil-kecilan.
Sejatinya, penduduk di Kecamatan Carita, sebagian besar bermatapencaharian sebagai nelayan. Akibat tsunami Banten, seluruh perahu mereka hancur. Mereka terpaksa jadi pengangguran dan hidup dari belas kasihan orang.