Subsidi Listrik Langsung ke Rakyat
Minggu, 13 Juni 2010 – 07:23 WIB
Pernyataan Dahlan diamini Fabby Tumiwa, pengamat kelistrikan yang ikut hadir dalam acara tersebut. Menurut dia, upaya swastanisasi pengelolaan listrik pernah dilakukan negara-negara maju seperti Amerika dan Inggris. Bahkan Inggris berani melakukan unbundling dalam pengelolaan tenaga setrum itu. Yakni memisahkan pengelolaan transmisi, distribusi, dan pembangkitan listrik. Itu terbagi-bagi dalam sejumlah perusahaan berbeda.
Namun, lanjut Fabby, lambat laun terjadi persoalan hingga membuat perusahaan-perusahaan itu merger satu sama lain. Bahkan sejumlah perusahaan yang dianggap paling besar pun harus rela merger. Itu, kata Fabby, karena karakter bisnis listrik sangat berbeda. Perusahaan listrik tak bisa menciptakan listrik. "Dia hanya me-generate untuk menghasilkan listrik dengan bahan bakar primer. Karena itu, pasokan dan harganya sangat ditentukan harga bahan bakar," katanya.
Bisnis listrik, kata Fabby, tak bisa dibandingkan dengan bisnis telekomunikasi. Dia menganalogikan apabila ada seorang investor punya duit USD 50 juta. Dia bisa mendirikan perusahaan listrik dan coverage area yang lumayan. Dalam kisaran waktu tak lama, investor sudah bisa meraup keuntungan. Dengan jumlah sama tak berlaku di bisnis listrik. Uang sejumlah itu, hanya mampu menghidupi listrik satu kampung kecil. "By nature, bisnis ini memang banyak barriers," ujarnya.