Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Sulitnya Menghindari Potensi Merugi di Kasus Bank Century

Oleh DR Ichsanuddin Noorsy

Minggu, 29 Desember 2013 – 01:41 WIB
Sulitnya Menghindari Potensi Merugi di Kasus Bank Century - JPNN.COM

jpnn.com - SIAPA yang menyangka kalau kasus Bank Mutiara (dahulu Bank Century, red) bukan saja bertele-tele, tapi juga menyengat kesadaran publik saat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan kerugian negara mencapai Rp 689,3 miliar ditambah Rp 6.742 miliar sehingga berjumlah Rp7,4313 triliun? Saya sendiri berpendapat kerugian itu tidak demikian besarnya, melainkan jumlah itu dikurangi dengan harga penjualan Bank Mutiara.

 

Tapi kerugian ini bertambah lagi karena Bank Mutiara membutuhkan injeksi modal Rp 1,249 triliun. Kebutuhan ini disebabkan kredit bermasalah yang perlu dicadangkan mencapai Rp 621,1 miliar dan kebutuhan biaya antara lain untuk pembayaran pajak Rp 222 miliar, pembayaran nasabah Antaboga Rp 40,7 miliar, Mandatory Convertible Bonds Rp 167,4 miliar, serta pembayaran atas kewajiban 3 koperasi Rp 173,3 miliar.

 

Yang jadi masalah, apakah kredit bermasalah yang muncul dari manajemen lama Rp 545,4 miliar sedangkan dari manajemen baru Rp 84,7 miliar tidak teridentifikasi dengan baik dengan pendekatan mitigasi risiko? Pertanyaan yang sama bisa diajukan saat bank tersebut diambil alih LPS. Apakah manajemen atas unjuk LPS tidak memperhitungkan risiko likuiditas ? Pertanyaan ini diajukan justru karena transfer dana dari LPS ke Bank Century tidak menggunakan pembatas jumlah injeksi penyertaan modal sementara (cut off) sebagaimana hasil audit BPK.

Dalam hal ini BPK berpendapat, karena pada saat pengambil alihan Bank Century oleh KSSK tidak ada ketentuan berapa besar injeksi modal yang ditentukan dan LPS kemudian juga tidak menetapkan batas atas besarnya penyertaan modal sementara, maka sejak diputuskan diambil alih hingga penambahan modal Rp 1,249 triliun, LPS tidak menerapkan prinsip kehati-hatian.

Dalam sebuah talkshow di televisi saya pernah memilah kasus Bank Century menjadi empat bagian. Pertama, merger (penggabungan) menjadi Bank Century. Kedua, dari merger ke FPJP. Ketiga, dari FPJP ke KK. Keempat, dari KK ke KSSK.

Persoalan pertama dan kedua adalah persoalan bagaimana BI menjalankan peranannya sebagai regulator dan lembaga pengawas industri perbankan. Kalangan perbankan mengerti bahwa bank ini sejak awal memang tidak sehat. Ini tergambar dalam posisi merger dan setelahnya. Pada titik inilah perubahan PBI untuk memberi bantuan likuiditas melalui FPJP menjadi puncak buruknya pengawasan BI terhadap Bank Century. Justru karena memahami persoalan ini lebih dalam, maka situasi nilai tukar yang bergejolak pada Oktober-November 2008 dimanfaatkan BI untuk mengatakan bahwa krisis berdampak sistemik.

SIAPA yang menyangka kalau kasus Bank Mutiara (dahulu Bank Century, red) bukan saja bertele-tele, tapi juga menyengat kesadaran publik saat Badan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close