Sungguh Menyejukkan, Mereka Membagi Takjil di Depan Klenteng
Meski demikian, Anton tetap menaruh harapan besar kepada generasi muda yang berpikiran terbuka.
Hampir setiap hari ada saja mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Malang, dengan latar belakang bermacam-macam pula, yang datang ke Kelenteng Eng An Kiong. Untuk menimba ilmu, mempelajari sejarah.
Umumnya mereka bertanya tentang keberadaan kelenteng yang sudah berusia 192 tahun itu, yang bisa tetap berdiri tegak, kukuh, dan indah.
Selama lebih dari tiga generasi meski berada di tengah masyarakat muslim. ”Saya katakan bahwa yang kami lakukan adalah ’kemanusiaan’. Dan itu sejak kelenteng ini berdiri,” paparnya.
Setiap kegiatan dan aksi sosial dibiayai donasi umat yang dikelola yayasan. ”Prinsipnya dari manusia untuk manusia,” kata Anton.
Sebagai bentuk transparansi, di bagian tengah kelenteng terdapat papan besar yang memajang susunan kepengurusan yayasan.
Setiap pengampu bagian dan divisi diberi nama lengkap serta foto. Para donatur bisa langsung mengetahui siapa-siapa yang bertanggung jawab mengurusi satu bidang tertentu.
Jika ada komplain, bisa langsung menemui yang bersangkutan. ”Sejak Gus Dur mengembalikan hak-hak sipil kami sebagai warga negara Indonesia, kami langsung menyusun kepengurusan dan membuatnya setransparan mungkin,” terang Anton.