Syarief Hasan: Kita Harus Memilih yang Terbaik
Sejauh ini, katanya, ada tiga kelompok sikap masyarakat dalam menyikapi amendemen tersebut; ada yang ingin kembali ke UUD 1945 yang asli; sebagian mau mempertahankan yang sudah ada; dan terakhir ada yang ingin melakukan amandemen kembali.
Ketiga sikap itu menurut mantan menteri Koperasi dan UKM Ini ada plus minus, dan ada konsekuensinya. Apalagi amendemen UUD 1945 sudah beberapa kali dilakukan. Salah satunya ketika MPR tidak lagi menjadi lembaga yang menetapkan dan membuat GBHN.
Ketika ada keinginan untuk kembali mengatur GBHN dalam UUD, kata Syarief, itu akan memunculkan pertanyaan apakah nanti Presiden akan memberikan pertanggungjawaban kepada MPR, dan apakah nanti akan membuat MPR menjadi lembaga tertinggi negara lagi?
Hal demikian menurutnya bikin wacana amendemen menjadi kompleks dan saling terkait. Karena itu diperlukan komitmen nasional yang diambil dari konsekuensi-konsekuensi yang ada. “Kita harus memilih yang terbaik," tegas Syarief.
Dia menjelaskan, ketika tidak ada GBHN, maka pemerintah melakukan pembangunan berdasarkan UU Nomor 17/2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025, dan UU No. 25/2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Undang-undang itu menurutnya diimplementasikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan hasilnya membawa hasil yang baik dalam pembangunan. “Banyak kemajuan yang dicapai Presiden SBY. Untuk itulah dalam FGD ini kami ingin banyak mendengar dari para guru besar," kata Syarief.
Koentjoro dalam sambutan mengatakan, DGB UGM merasa senang bisa diajak ikut menyelesaikan permasalahan bangsa. Diakui juga bahwa setiap negara mempunyai tujuan dalam berbangsa dan bernegara. Pointer-pointer pembangunan pada masa lalu, itu termaktub dalam GBHN.
"Agar tidak menimbulkan masalah maka haluan negara yang ada harus mengacu pada Pancasila," ucap Koentjoro.
Sementara itu, Djagal Wiseso menilai wacana amendemen merupakan isu strategis bagi bangsa. Karena itu tepat bila DGB mengangkat masalah ini. Sebab, dalam menyikapi setiap masalah yang ada, kampus berpegang pada prinsip dengan dasar keilmuan karena akademisi bukan politisi.