Tak Ingin Teror Paris Terulang, UE Percepat Proposal Tukar Data Penumpang
Berbeda dengan para pemimpin Eropa, cendekiawan Duke University menyatakan bahwa reaksi paling tepat untuk menyikapi teror Paris adalah menciptakan masyarakat demokratis yang majemuk. Tidak sekadar memperbanyak larangan dan memperketat keamanan seperti sekarang. ”Sudah waktunya mewujudkan demokrasi plural dalam masyarakat kita,” kata Omid Safi, cendekiawan itu.
Teror Paris, mau tidak mau, kembali memanaskan perdebatan tentang kebijakan imigrasi. Beberapa negara kuat UE, salah satunya Jerman, memilih untuk memperketat aturan imigrasi. Tapi, UE berniat memperlonggar aturan tersebut supaya masyarakat kian biasa terhadap keberagaman. ”Kita semakin kehilangan identitas sebagai masyarakat Eropa (karena derasnya arus imigrasi),” ujar Alexander Gauland, politikus Jerman.
Sementara itu, Inggris menjadikan teror Paris sebagai alarm. Kemarin Negeri Big Ben itu langsung melipatgandakan keamanan. Terutama meningkatkan kewaspadaan terhadap individu atau kelompok radikal. ”Menyediakan segala fasilitas untuk mencegah terorisme merupakan prioritas nasional kami,” tegas Menteri Keuangan George Osborne.
Pemerintahan Perdana Menteri (PM) David Cameron sampai menyediakan anggaran khusus untuk menangkal terorisme. Menurut Osborne, pemerintah menggelontorkan dana tambahan sebesar GBP 100 juta (sekitar Rp 1,9 triliun) untuk mengawasi individu yang bepergian ke Syria dan Iraq. Sebab, belakangan banyak warga Inggris yang ikut berjihad di Syria dan Iraq. (AP/WSJ/BBC/hep/c11/ami)