Taliban Gegerkan Dunia, Golkar Serukan Penguatan Nasionalisme dan Demokrasi
jpnn.com, JAKARTA - Menanggapi perkembangan di dunia internasional saat ini, Ketua Balitbang Golkar Jerry Sambuaga mengajak seluruh elemen bangas perkuat nasionalisme dan demokrasi. Menurutnya, kedua hal itu menjadi kunci untuk menyatukan dan menjembatani negara yang punya ciri multikultural seperti Bangsa Indonesia.
Pernyataan ini sejalan dengan pidato Airlangga Hartarto yang juga merupakan Ketua Umum Golkar di peringatan ke-50 CSIS beberapa waktu lalu. Pada pidato tersebut Airlangga menekankan pentingnya Pendidikan demokrasi untuk menghadapi berbagai macam tantangan saat ini.
Pidato Ketua Umum Golkar dalam timbangan Jerry sangat relevan ditinjau dari dua konteks, yaitu Pandemi dan kedua menguatnya populisme selama satu decade terakhir.
Pandemi telah membuat kualitas demorkasi di berbagai negara menurun. Trend ini merupakan imbas dari upaya penanganan pandemi yang memang harus lebih punya kendali kuat bagi perilaku masyarakat agar proses kurasi dan mitigasi bisa berjalan baik. Indonesia sendiri masih menunjukkan performa demokrasi yang cukup baik khususnya di sektor yang berkaitan dengan proses electoral dan pluralism.
Kedua, pidato kebangsaan Airlangga bagi Jerry juga relevan dalam kaitannya dengan menguatnya populisme, termasuk di Indonesia. Menurut jerry, Indonesia harus terus menyegarkan Kembali nilai-nilai demokrasi berbasis multikulturalisme agar semua elemen di Indonesia merasa memiliki negara dan bangsanya.
Beberapa hari belakangan ini masyarakat dunia termasuk Indonesia sedang memperhatikan perkembanga terbaru di Afghanistan.Negara tersebut dikuasai kembali oleh Rezim Taliban seiring rencana penarikan pasukan Amerika Serikat akhir Agustus ini. Bagi banyak pihak ini menunjukkan lemahnya pemerintahan bentukan Amerika Serikat. Naiknya Taliban dikhawatirkan akan memperkuat kembali populisme agama di seluruh dunia.
Afghanistan sendiri selama ini diketahui kesulitan menemukan nilai-nilai dasar Bersama yang bisa menyatukan negara itu. Dari segi etnis, beberapa etnis seperti Pashtun, Tajik, Hazara, Uzbek dan lain-lain terus berebut pengaruh tradisional mereka.
Pada saat yang sama kekuatan agamis radikal, moderat, komunis dan kelompok yang lebih liberal ikut mewarnai dan menentukan Tarik ulur kekuasaan. Selanjutnya Afghanistan akhirnya terseret dalam pusaran politik internasional dimana negara-negara adidaya berebut pengaruh. Uni Sovyet di masa lalu, kemudian Amerika Serikat dan sekutunya dan sekarang China ikut dalam arena perebutan pengaruh.