Target Konsumsi Baja 70 Kilogram
jpnn.com - JAKARTA - Konsumsi baja nasional ditargetkan meningkat menjadi 70 kilogram perkapita pada tahun 2020. Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian berupaya memperkuat industri hulu baja di dalam negeri guna memenuhi kebutuhan industri lokal dan mengurangi impor bahan baku baja.
Industri baja nasional itu terus terang memang tumbuh pesat karena baja banyak dibutuhkan, misalnya untuk industri kapal dan pertahanan. Oleh karena itu, Kemenperin sedang berupaya membangun dan memperkuat industri hulu baja di dalam negeri," ujar Dirjen Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian, Harjanto kemarin (5/5).
Data dari asosiasi industri baja menunjukkan konsumsi baja di Indonesia saat ini hanya 40 kilogram per kapita. Sementara, Kemenperin berharap agar konsumsi baja nasional pada 2020 mencapai 70 kilogram per kapita."Kalau melihat negara maju itu bisa 600 kilogram per kapita, bisa dibayangkan betapa jauhnya gap antara negara kita dengan negara maju," tambahnya.
Menurut dia, kebutuhan konsumsi baja dalam negeri mencapai sekitar 12 juta ton per tahun. Namun, produksi baja dari industri hulu dalam negeri masih belum memadai, yakni sekitar enam juta ton per tahun."Masalahnya, meskipun produksi industri dalam negeri cukup besar, tapi bahan baku untuk industri baja sekitar 70 persen masih diimpor dari luar negeri," ungkapnya.
Disisi lain dia mengakui bahwa industri baja di dalam negeri kesulitan mendapatkan bahan baku besi bekas(ferro scrub) karena Kementerian Lingkungan Hidup memasukkannya kedalam golongan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun)."Sebenarnya di dunia tidak termasuk dalam limbah B3, hanya Indonesia saja yang menerapkan itu," katanya.
Atas kesulitan itu, pihak Kementerian Perindustrian akan berdialog dengan Kementerian Lingkungan Hidup membicarakan masalah ini. Kesulitan ini membuat sebagian besar produsen baja lebih memilih untuk mengimpor baja kasar (billet). "Prinsipnya, industri jangan sampai mencemari lingkungan. Sebaliknya, aturan tentang lingkungan hidup jangan membatasi pertumbuhan industri," jelasnya. (wir)