Teliti Kotoran, Tubuh Manusia Jadi Makanan Selingan
Senin, 05 September 2011 – 07:24 WIB
Putra menuturkan, penelitian yang dilakukan pada 1969 itu benar-benar penuh petualangan. Sebab, kondisi Pulau Komodo masih sangat liar. Pulau itu masih dihuni sekitar 350 orang. Tidak seperti sekarang yang sudah ditempati beberapa ribu jiwa. Tidak ada penginapan dan infrastruktur seperti dermaga dan kapal bertenaga mesin. Meski begitu, Auffenberg berani untuk mengajak istri dan tiga anaknya ikut membantu penelitian tersebut.
Untuk sampai ke Pulau Komodo, mereka harus menggunakan sampan bertenaga angin dari Labuan Bajo, Flores. Waktu tempuh antara Labuan Bajo dan Pulau Komodo tak bisa dipastikan. Kalau angin kencang, bisa cepat sampai. Kalau angin sedang tidak keruan, mereka bisa kesasar sampai Australia. "Tidak seperti sekarang, transportasi lancar. Apa lagi jika angin barat yang berembus, bisa-bisa terdampar di Australia," kata lelaki asli Bali itu.
Setiap hari, kata Putra, mereka berkeliling Pulau Komodo. Saat malam, mereka mendirikan tenda. Tempat-tempat yang mereka teliti sangat terisolasi dari warga Pulau Komodo. Bahkan, pernah mereka mendirikan tenda yang hanya bisa diakses ketika air laut surut. Kalau air laut sedang pasang, mereka tak bisa ke mana-mana. Untungnya, mereka memiliki sampan bermotor bertenaga 20 PK untuk mobilitas.