Tempus Est
Oleh: Dahlan IskanBiiznillah lahir di Liwa, pedalaman Lampung. Ia mengatakan "dari latar belakang Horatius yang penganut epicureanisme puisi-puisinya dipandang sebagai satire yang menggambarkan kemuakan pada semua kejayaan yang telah dicapai oleh Roma".
Pada akhirnya semua harus berakhir. "Bait-bait dalam puisi Horatius menggambarkan restropeksi dan instrospeksi yang mendalam mengenai kehidupan.
Kalimat Tembus Abire Tibi Est justru dimunculkan setelah ungkapan pujian atas capaian-capaian yang gemilang Kaisar Roma. Di situ sekaligus disisipi nasihat-nasihat mengenai ketidakberartian capaian tersebut dibanding kenyataan hidup yang senantiasa mengenal batas.
Seperti meminum air atau anggur, kita tidak mungkin bisa minum sebanyak-banyaknya. Ada batas di mana kita tidak bisa minum lagi. Saat itulah waktu yang tepat untuk pergi. Waktu yang tepat untuk mengakhiri.
Bahwa kita telah menang, itu bukan tanda bahwa kita dapat terus melakukan hal yang sama. Justru kemenangan terkadang adalah sebuah isyarat kita harus berhenti.
Biiznillah kini dosen IAIN Bengkulu. Umurnya baru 34 tahun. Karya Horace tersebut, katanya, muncul setelah Kaisar Agustus memenangkan Perang Actium melawan pemberontakan Mark Antony yang didukung oleh Ratu Mesir Cleopatra.
Sebelum masehi itu, Horace (Quintus Horatius Flaccus) pergi sekolah ke Athena, pusat pendidikan terkemuka dunia saat itu. Yakni di sekolahnya filsuf Plato.
Akan tetapi kita tidak akan membahas Horace hari ini. Bahasan kita adalah lagu karya Prananda Prabowo Soekarno, putra kedua Presiden Megawati Soekarnoputri. Mengapa sampai enam kali memekikkan puisi Yunani itu?