Tenang, Tekanan Kurs Hanya Sementara
Neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2017 pun mengalami defisit USD 670 juta. Namun, secara year-on-year (yoy) ekspor Indonesia naik 7,86 persen.
"Enggak lah. Kalau sudah undervalued, ngapain kami tekan lagi (rupiahnya, Red)," lanjut Mirza.
Dia juga menekankan bahwa BI selalu hadir di pasar obligasi dan pasar valas ketika rupiah terjungkal akibat sentimen negatif dari pasar.
Hal tersebut dilakukan agar rupiah lebih stabil. Dengan begitu, rupiah mampu keluar dari level Rp 13.800.
Namun, Mirza mengakui bahwa kalangan eksporter sudah mulai memanfaatkan momen penguatan USD.
Dalam jangka pendek, kondisi seperti itu memang bisa memacu pertumbuhan nilai ekspor.
Sedangkan mengenai tingginya pertumbuhan impor, Mirza mengatakan bahwa kenaikan impor didorong impor barang konsumsi dan barang mentah (raw material).
Itu menunjukkan konsumsi masyarakat pada awal tahun mengalami peningkatan dan aktivitas industri juga lebih bergairah.