Terkesan Ogah Tangani Kasus HAM, Jaksa Agung Dikecam Aktivis
jpnn.com, JAKARTA - Para aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) bergerak mengecam pernyataan Jaksa Agung HM Prasetyo bahwa kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu sulit dibawa ke pengadilan karena bukti yang minim.
Pernyataan Jaksa Agung tersebut menurut KMS bertentangan dengan langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berkomitmen untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM secara berkeadilan yang sampai saat ini masih menjadi beban sosial politik bagi bangsa Indonesia.
Apalagi lanjut KMS, Jokowi sudah menunjukkan perkembangannya dengan bertemu korban dan keluarga korban di istana pada 31 Mei lalu. Dan Jokowi sudah meminta Jaksa Agung berkoordinasi dengan Komnas HAM untuk menuntaskan kasus-kasus HAM di masa lalu itu seperti Kerusuhan Mei, Trisakti-Semanggi 1 dan 2, Penghilangan Paksa, Talang Sari-Lampung, Tanjung Priok dan Tragedi l965.
Namun disayangkan KMS, Prasetyo malah mengungkapkan sulit mencari buktinya, saksi, pelaku dan korban bahkan hasil penyelidikan Komnas HAM dianggap hanya berupa asumsi dan opini.
"Pernyataan Jaksa Agung tersebut memiliki kesalahan mendasar berdasarkan sistem hukum dan peradilan baik pidana maupun pelanggaran HAM yang berat, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1 ayat 5 UU 26/2000, pasal 20 ayat (1) UU 26/200, pasal 21 ayat (1) UU 26/2000, pasal 10 UU 26/2000 dan pasal 2 ayat (1) KUHAP," jelas Asfinawati dalam siaran resmi KMS, Minggu, (3/6).
Dengan demikian, KMS beranggapan Jaksa Agung tidak mengerti hukum yang berlaku atau Jaksa Agung paham hukum tetapi sengaja mencari-cari alasan agar tidak menjalankan kewajiban hukumnya yang bersumber dari undang-undang dan arah kebijakan Presiden.
Maka KMS lanjut Asfinawati mendesak satu dari dua alasan itu cukup untuk membuat siapapun orangnya dicopot, diganti dengan yang lebih memiliki kapasitas atau tanggung jawab, serta searah dengan kebijakan Presiden yaitu menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM sebagaimana tertuang dalam Nawacita.
"Tidak digantinya Jaksa Agung atau pejabat negara lainnya yang semacam ini akan membuat pincang pemerintahan dan kebijakan Presiden," tandasnya. (mg8/jpnn)