Terlalu Dominan, Bisa Senasib Sarkozy
Minggu, 28 Maret 2010 – 06:22 WIB
Mengambil contoh kasus di AS, Ginia Belafante, reporter politik The New York Times, menulis kalau para ibu negara mulai menunjukkan peranan penting dalam karir politik sang suami sejak 1960an. Itu juga yang diakui mendiang Presiden AS Richard Nixon saat pemakaman sang istri pada 1993 lalu.
Di depan peti mati Thelma Catherine Ryan yang lebih dikenal sebagai Patricia atau Pat, dia mengatakan bahwa popularitasnya tidak pernah bisa mengungguli almarhumah istrinya tersebut.
Bahkan, saking tenarnya Pat, kubu Republik menjadikan sang ibu negara itu sebagai ikon kampanye. Mereka juga sengaja mencantumkan nama Pat dalam cinderamata partai. Misalnya yang berbunyi, "Tim Pemenang: Pat dan Dick Nixon", atau "Saya pilih Pat."
Satu dekade kemudian, lanjut Belafante, peran ibu negara menjadi lebih penting. Itu seiring menjamurnya berbagai organisasi pergerakan perempuan pada era 1970an. Publik pun mendambakan ibu negara yang tidak semata menjadi pendamping.