Tidak Ada Misrepresentasi, Kewajiban SN Sudah Dipenuhi
Jadi hasil evaluasi LGS diserahkan kepada TBH kemudian TBH memberikan pendapat hukum yang disampaikan langsung kepada KKSK. “LGS itu menyatakan bahwa perjanjian MSAA, khususnya yang BDNI, itu adalah sah dan mengikat para pihak. Itu kajian pertama dia,” ujarnya.
Kajian LGS, tambah Ary, juga menyinggung mengenai utang petambak. “Jadi seingat saya LGS mengungkapkan ada beberapa dokumen baik dokumen yang dikeluarkan oleh BPPN mengenai utang petambak juga bantahan dari pemegang saham. Nah itu diungkapkan semua dalam laporan LGS,” katanya.
Skemanya adalah, jelas Ary, Inti (Dipasena) menjamin kepada BDNI untuk membayar semua angsuran. Namun per Agustus 1998, Inti tidak membayarkan pokok dan bunga pinjaman plasma dalam mata uang rupiah karena pada bulan tersebut BDNI dinyatakan sebagai BBO (Bank Beku Operasi).“Artinya BDNI pada bulan itu sudah di-takeover oleh BPPN,” tuturnya.
Menurut Ary, dalam MSAA kewajiban menjamin Inti kepada utang petambak sudah diungkapkan. Hasil evaluasi LGS juga menyatakan demikian.
“Dijamin oleh PT Inti Dipasena yang oleh pemegang saham digunakan sebagai aset pembayar atas kewajiban JKPS dan diterima oleh BPPN pada saat itu. Diungkapkan dalam perjanjian MSAA-nya,” paparnya.
Laporkan Secara Rinci
Pada bagian lain Ary mengatakan berdasarkan keputusan KKSK 7 Oktober 2002, BPPN diminta melaporkan secara rinci termasuk pelaksanaan FDD dan penyelesaian Dipasena untuk mendapat persetujuan KKSK.
“FDD dilakukan oleh EY untuk meneliti adakah pernyataan jaminan yang berbeda sehingga mempengaruhi nilai dari aset pembayar yang diserahkan oleh pemegang saham kepada BPPN. Sebenarnya untuk menguji misrep,” katanya.