Tidak Ada Politisasi Hukum di Kasus Anas
jpnn.com - JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kasus korupsi yang menjerat mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum bukan bagian dari politik yang disangkutkan ke ranah hukum. Sebaliknya, ICW melihat Anas terindikasi melakukan korupsi dalam proses berpolitiknya.
Hal tersebut disampaikan aktivis ICW Tama S Langkun saat menjadi pembicara sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (20/9). Tama menyebut tidak ada kaitannya pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) perkara yang menjerat Anas.
Selama ini kubu Anas memang kerap menilai pidato SBY di Jeddah, Arab Saudi, pada 4 Februari 2013 merupakan bentuk intervensi pada KPK. SBY dianggap mendorong KPK menjerat politisi asal Blitar itu sebagai tersangka korupsi Hambalang.
"Saya kira itu statemen biasa dari seorang presiden terhadap sebuah kasus korupsi. Bukannya presiden juga pernah memberikan pernyataan untuk kasus Bibit-Chandra dan kasus korupsi Gayus Tambunan ?" tanya Tama.
Sementara pengacara Anas, Patra M. Zein yakin kliennya akan dibebaskan oleh majelis hakim saat vonis yang akan dibacakan 24 September mendatang. "Majelis hakim selama ini sangat obyektif. Saya rasa tidak ada yang janggal jika nanti majelis memutus bebas," ujarnya.
Versi Patra, selama ini sejumlah saksi yang dihadirkan jaksa justru membantah dakwaan. "Dakwaan jaksa selama ini kan hanya disusun berdasarkan keterangan M. Nazaruddin," ujarnya. Bahkan, anak buah Nazaruddin yang menjadi saksi pun memberikan kesaksian yang berbeda dengan terpidana wisma atlet tersebut.
Pekan ini bakal menjadi hari yang mendebarkan bagi Anas Urbaningrum dan keluarganya. Anas bakal menghadapi vonis atas perkara korupsi yang membelitnya. Pembacaan putusan Anas sendiri mundur dua hari dari jadwal semula.
Usai sidang pembacaan pleidoi, Ketua Majelis Hakim Haswandi menyampaikan bahwa pembacaan vonis Anas akan dilakukan pada Rabu pekan depan (24/9). "Supaya kami bisa melakukan koreksi, pembacaan putusan kami jadwalkan Rabu pekan depan," ujar Haswandi, di Pengadilan Tipikor, Kamis malam (18/9).
Agenda pembacaan vonis itu sendiri mundur dari jadwal semula. Awalnya, majelis hakim menjadwalkan vonis dibacakan sebelum 22 September.
Sementara itu, dalam pembacaan pleidoinya, Anas Urbaningrum berupaya menyeret mantan koleganya di Partai Demokrat. Salah satu bidikannya ialah Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Marzuki Alie. Dalam nota pembelaannya, kubu Anas mempertanyakan kenapa Marzuki tidak dijerat dengan permasalahan hukum. Padahal dia juga terkait dengan aliran dana di Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung.
Salah satu kuasa hukum Anas, Handika Honggowongso, menyebut dakwaan tersebut tampaknya sengaja menyudutkan kliennya. "Dalam kongres itu ada tiga calon ketua umum, namun kenapa yang lain tidak dijerat dengan permasalahan hukum yang sama," ucapnya. Padahal para peserta kongres menyebutkan mereka juga menerima uang dari kontestan lainnya, yakni Andi Mallarangeng dan Marzuki Alie.
"Dalam permasalahan hukum Andi Mallarengeng juga tidak dikaitkan dengan aliran dana ke kongres. Begitu juga Marzuki Alie yang sama sekali tidak tersentuh permasalahan hukum. Mengapa hanya Anas ?" tanya kuasa hukum Anas. Mereka melihat hal ini sebagai bentuk tebang pilih dalam penanganan hukum.
Anas selama ini memang berupaya mengigit sejumlah kader Partai Demokrat dalam pusaran kasus korupsi yang menjeratnya. Bukan hanya Marzuki Alie, kubu Anas berupaya mengigit Edhi Baskoro Yudhoyono. Putra bungsu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sekaligus Sekjen Partai Demokrat itu disebut pernah menerima uang dari Nazarudin. (gun/dim)