Tidak Ada Situasi Genting sebagai Alasan Terbitnya Perpu
jpnn.com - JAKARTA - Alasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) guna memulihkan kepercayaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK), mendapat tentangan.
Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti, menilai, tidak ada ukuran yang jelas bagaimana menilai publik kecewa atau tidak terhadap MK.
"LIMA menilai alasan ini sesuatu yang tak jelas alat ukurnya. Tentu saja ada kekecewaan atau bisa juga muncul ketidakpercayaan pada putusan MK, tapi bagaimana mengukur kadar kekecewaan itu telah sampai ke tahap situasi bangsa dalam keadaan genting," ujarnya di Jakarta, Jumat (18/10).
Ray menilai, dalam argumen penerbitan Perpu juga sama sekali tidak memerlihatkan secara ekplisit ukuran genting yang memaksa, kecuali hanya asumsi ada kepercayaan masyarakat yang merosot dan akan dilaksanakannya pemilu tahun 2014.
Secara faktual, asumsi tersebut kata Ray, juga terbantahkan. Karena sejak Akil tertangkap, MK tetap bekerja. Bahkan sudah memutus beberapa perkara sengketa dan sejauh ini tidak terlihat reaksi penolakan atau pengabaian masyarakat atas putusan tersebut.
"Jika begitu di mana wibawa MK yang merosot itu hingga membuat suasana bangsa berada dalam kegentingan," ujarnya.
Ray menilai, jika Presiden SBY rajin dan cermat menyimak, sebenarnya yang menjadi pertanyaan masyarakat bukanlah soal putusan hukum MK secara keseluruhan. Tapi hanya berkisar pada putusan MK di mana Akil menjadi hakim panel. Artinya, ketidakpercayaan masih terbatas pada putusan MK yang melibatkan Akil sebagai Hakim Panel.
"Maka dari itu, yang mencuat justru suara agar perpu tak perlu dikeluarkan dan sebaiknya perbaikan MK dilakukan melalui revisi UU MK. Kegentingan yang terlihat hanya seperti imajinasi yang dikembangkan sendiri oleh presiden dan lalu disebarkan melalui perpu yang diterbitkan," katanya.