Tiga Hal Ini Dapat Ancam Perpanjangan Kontrak Freeport
jpnn.com - JAKARTA - Menko Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli menilai PT Freeport Indonesia sudah terlalu lama ‘hidup enak’ di Indonesia. Pasalnya, isi kontrak dengan pemerintah Indonesia sangat menguntungkan perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu.
Salah satu keuntungan itu, menurut Rizal adalah soal royalti. Selama hampir 50 tahun Freeport hanya membayar royalti sebesar 1 persen ke pemerintah Indonesia.
“Padahal di negara lain, royalti 6-7 persen. Memang sebelum pemerintahan SBY berakhir mereka setuju menaikkan 3,5 persen royalti tapi itu belum cukup,” kata Rizal kepada wartawan di KPK, Senin (12/10).
Menurut Rizal, kecilnya nilai royalti itu merupakan akibat dari perilaku korup pejabat pemerintahan sebelumnya, terutama pada era Orde Baru. Dia pun menegaskan bahwa hal itu tidak boleh dibiarkan terulang lagi pada pembahasan kontrak selanjutnya.
“Menurut kami, Freeport harus bayar 6-7 persen royalti,” tegasnya.
Yang kedua, lanjut Rizal, Freeport selama ini tidak pernah memproses limbah beracun yang dihasilkan operasi tambang mereka. Padahal, limbah tersebut membahayakan masyarakat di sekitar kompleks tambang.
“Freeport terlalu greedy, terlalu untung besar besaran padahal ada tambang lain di sulawesi yang memproses limbahnya sehingga tidak membahayakan lingungan,” bebernya.
Masalah terakhir adalah soal divestasi saham. Dia menyebut Freeport selama ini "mencla mencle" dalam menjalankan program divestasi. Padahal, sebagai pemegang kontrak karya mereka punya kewajiban menjual sebagian sahamnya kepada pemerintah atau anak perusahaan di Indonesia.