Tiga Langkah Kewirausahaan Pesantren versi HIPMI Jatim
jpnn.com, SITUBONDO - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jawa Timur mendorong kalangan pesantren di Jatim mengembangkan semangat kewirausahaan. Hal ini mengingat keberadaan pesantren masih memiliki peran penting, dengan jumlah santri yang mencapai ratusan ribu kaum muda.
”Santri-santri di pesantren harus jadi pelopor. Negeri kita ini masih punya masalah kemiskinan, dan itu harus diselesaikan bersama. Santri-santri harus ambil peran lewat kewirausahaan, sehingga bisa membantu pemerintah mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Santri bisa menjadi ujung tombak penguatan ekonomi umat,” ujar Wakil Sekretaris Umum HIPMI Jatim Mufti Anam, Sabtu (13/5),
Anam menyampaikan hal itu dalam acara ”Pemuda Berkarya 2017” yang diikuti ratusan santri di Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah, Sukorejo, Situbondo, Sabtu (13/5).
Menurut Anam, terdapat tiga langkah kebijakan yang bisa ditempuh untuk semakin membumikan semangat kewirausahaan di pesantren. Pertama, perubahan paradigma soal kewirausahaan. Harus ditanamkan paradigma bahwa berwirausaha adalah aktivitas mulia, bukan sekadar mengejar nafsu duniawi semata.
”Selama ini masih ada anggapan bahwa orang bisnis itu rakus. Padahal, santri harus berbisnis untuk memperkuat umat, membantu orang lain, memberi beasiswa ke anak-anak muda agar punya pendidikan yang baik, dan sebagainya,” ujar dia.
Untuk mengubah paradigma tersebut, pesantren bisa secara berkala menggelar workshop kewirausahaan dengan mendatangkan pengusaha muslim sukses untuk memberi inspirasi. Ajak juga santri mengunjungi perusahaan yang telah sukses agar para santri semakin bersemangat.
Langkah kedua adalah menerapkan kewirausahaan berbasis potensi lokal di sekitar pesantren. Bisnis pesantren ini harus dijalankan SDM lokal pesantren sendiri, menggunakan bahan baku lokal yang mudah dijangkau, dan melibatkan institusi lokal di sekitar pesantren.
”Rangkul kelompok warga, ajak berbisnis bersama, bermitra dengan baik, sehingga pondok dan warga saling mengisi. Warga punya pekarangan yang banyak buahnya, misalnya, itu dikelola oleh santri-santri untuk dibikin minuman, makanan, dan sebagainya,” papar Anam.