Tiongkok Bangun Pabrik Baja Rp 5,5 T
jpnn.com - JAKARTA - PT Resteel Industry Indonesia (Resteel Industry) segera merealisasikan investasi senilai USD 500 juta (Rp 5,5 triliun) untuk membangun pabrik baja di Indonesia. Pabrik ini merupakan joint venture antara perusahaan Tiongkok (Shanxi Haixin 80 persen) dan Indonesia (Group Trinusa 20 persen).
Pabrik ini akan memproduksi baja khusus, yakni super low carbon nickel titanium yang biasa digunakan untuk produk-produk alutsista (alat utama sistem pertahanan) seperti kapal dan tank, kerjasama antara Tiongkok dengan Indonesia," ujar Komisaris Utama Resteel Industry, Achmad F Fadillah akhir pekan lalu (10/5).
Achmad mengaku semua perizinan sudah selesai diurus sehingga saat ini pihaknya hanya perlu menyiapkan acara groundbreaking (pemasangan tiang pancang). Pihaknya bahkan sudah meminta kepada Menteri Perindustrian MS Hidayat untuk bersedia hadir dalam acara tersebut."Semoga di minggu ke-3 bulan ini bisa terlaksana," ungkapnya.
Pabrik tersebut nantinya akan mengaplikasi teknologi termodern di industri baja. Di dunia, pabrik dengan teknologi ini hanya ada di Tiongkok, Rusia, dan sekarang Indonesia karena biaya investasinya sangat besar."Di Tiongkok, produksi baja seperti ini nilai investasi perline-nya USD 50 juta, kami akan bangun 10 line," tambah dia.
Dia menuturkan, kapasitas produksi pabrik tersebut dirancang sebesar 18 ribu ton per line. Dengan begitu jika pihaknya membangun 10 line maka kapasitas produksi maksimal bisa mencapai 180 ribu ton pertahun."Untuk hasil produksi line 1-3, rencananya semuanya akan diambil oleh Tiongkok. Baru produksi line 4-10 akan kami ekspor ke negara lain dan untuk pasar domestik," lanjutnya.
Dia menerangkan, kebutuhan lahan untuk investasi ini diperkirakan mencapai 100 hektare (ha). Namun karena keterbatasan lahan maka pembangunan pabrik akan dilakukan di lokasi terpisah, tetapi masih di satu pulau."Karena teknologinya baru, proses konstruksi butuh waktu enam bulan. Lalu, commissioning tiga bulan," ungkapnya.
Pabrik tersebut akan menggunakan gas sebagai bahan baku. Oleh karena itu, pihaknya sudah menyampaikan permintaan ke Kemenperin agar ada jaminan gas dengan harga yang bersaing."Menteri Perindustrian bahkan telah berjanji kami bisa mendapat pembebasan bea masuk dan bebas pajak, karena menggunakan teknologi terbaru atau pionir," tegasnya.
Resteel Industry merupakan perusahaan patungan yang dibentuk Group Trinusa dengan Shanxi Haixin Iron and Steel Group. Dalam joint venture ini kepemilikan Shanxi sebesar 80 persen dan Trinusa dengan porsi 20 persen. Kerjasama ini dilakukan dengan adanya kepastian pasokan bahan baku."Trinusa yang akan memasok seluruh kebutuhan bahan baku," jelasnya. (wir)