Tiongkok Naik Pitam, Ancam AS dan Taiwan
Beijing ngambek setelah AS menerapkan tarif tinggi terhadap produk impor dari Tiongkok. Nilainya pun tidak sedikit. Yakni, sekitar USD 50 miliar (setara Rp 745 triliun). Kebijakan itu langsung dibalas Beijing. Akibatnya, stabilitas perekonomian global terguncang.
Namun, selain penerapan tarif, ada kebijakan yang membuat Tiongkok berang. Pekan lalu Washington menjatuhkan sanksi terhadap Equipment Development Department (EDD), rekanan militer Tiongkok, gara-gara pembelian 10 unit pesawat Sukhoi dari Rusia.
Pada Kamis (20/9), AS membekukan aset EDD. AS juga melarang Li Shangfu, pemimpin EDD, berbisnis di Negeri Paman Sam. AS bahkan mencabut visa Li.
Belum reda kegeraman Tiongkok karena sanksi, AS malah bersepakat dengan Taiwan soal alutsista. Rencananya, AS memasok alutsista senilai USD 330 juta (setara Rp 4,9 triliun) untuk Taiwan.
Beijing tidak bisa menerima kesepakatan langsung AS dan Taiwan yang dipublikasikan Senin itu. Sebab, bagi Beijing, Taiwan adalah bagian dari Tiongkok. ''Kontrak militer ini menghancurkan hubungan AS-Tiongkok,'' tutur Geng.
Karena itu, dia kemarin mendesak AS membatalkan kontrak tersebut. Menurut dia, kontrak AS dan Taiwan itu bertentangan dengan hukum internasional.
Geng juga menuntut AS berhenti melakukan kerja sama militer dengan Taiwan. Jika AS nekat, Tiongkok tidak akan segan bertindak. ''Sebaiknya AS menuruti imbauan kami demi stabilitas regional,'' tegasnya.
Bagi Wakil Menteri Perdagangan Tiongkok Wang Shouwen, kebijakan AS di bidang ekonomi dan militer tersebut adalah ancaman serius bagi hubungan dua negara.