Tiongkok Setop Ekspor Bahan Baku Rudal, AS Dijamin Kelabakan
jpnn.com, BEIJING - "Tiada pemenang dalam perang dagang." Pernyataan itu dilontarkan Wakil Menteri Luar Negeri Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Zhang Hanhui kemarin, Kamis (30/5).
Dia menegaskan bahwa Tiongkok menentang adanya perang dagang. Namun, jika itu terjadi, mereka tidak takut menghadapinya. "Hasutan konflik dagang yang terencana ini adalah terorisme ekonomi yang terbuka, chauvinisme ekonomi, dan perundungan ekonomi," tegas Zhang seperti dikutip AFP.
AS menerapkan kenaikan tarif atau pajak pada barang-barang yang diimpor dari Tiongkok awal bulan ini. Nilainya mencapai USD 200 miliar atau setara dengan Rp 2,88 kuadriliun. AS juga memasukkan raksasa teknologi asal Tiongkok, Huawei, dalam daftar hitam perdagangan. Huawei dianggap dekat dengan Beijing sehingga bisa dimanfaatkan untuk memata-matai AS.
Tiongkok membalas dengan menaikkan tarif impor produk AS senilai USD 60 miliar atau Rp 864,3 triliun. Kebijakan itu mulai berlaku Sabtu (1/6) mendatang. Ada indikasi negeri dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu akan menghentikan ekspor logam tanah jarang ke AS.
Logam tanah jarang terdiri atas 17 elemen yang biasa dipakai sebagai bahan baku pembuatan peralatan komputer, ponsel cerdas, televisi, mobil listrik, laser, serat optik, hingga bahan peralatan militer seperti rudal.
Sebanyak 95 persen produksi global bahan mineral langka tersebut ada di Tiongkok. Lebih dari 80 persen kebutuhan sumber daya alam strategis itu diimpor AS dari Tiongkok.
Sejatinya, bahan mineral tersebut ada di berbagai negara. Tapi, penambangan dan pengolahannya sangat sulit serta berpotensi merusak lingkungan. Karena itu, jarang ada negara yang melakukannya.
BACA JUGA: Tiongkok Sebut AS Perajut Kebohongan