Tok Tok Tok, MK Anulir Wewenang Mendagri Batalkan Perda
jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mencabut kewenangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk membatalkan peraturan daerah (Perda). Keputusan itu merupakan hasil sidang uji materi atas Pasal 251 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda).
Pihak yang mengajukan uji materi adalah Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi). Pada persidangan dengan agenda pembacaan putusan, Rabu (5/4), MK menilai kewenangan Mendagri membatalkan perda bertentangan dengan Pasal 24 ayat 1 UUD 1945.
"Mengabulkan permohonan pemohon sepanjang pengujian Pasal 251 ayat 2, ayat 3 dan ayat 8, serta ayat 4 sepanjang frasa '...pembatalan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat 2 ditetapkan dengan keputusan gubernur sebagai wakil Pemerintah pusat," demikian bunyi petikan putusan MK.
Namun MK memang tidak bulat dalam mengambil putusan itu. Ada empat hakim konstitusi yang memiliki pendapat beda atau dissenting opinion.
Hakim MK yang mengajukan dissenting opinion adalah Arief Hidayat, I Dewa Gede Palguna, Maria Farida Indrati dan Manahan Sitompul.
Sementara lima hakim MK lainnya setuju. Disebutkan, keputusan diambil pada rapat permusyaratan hakim (RPH) 22 Agustus 2016, dengan diikuti sembilan hakim MK, termasuk Patrialis Akbar kini menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Disebutkan, keputusan juga diambil dalam dua RPH dengan diikuti delapan hakim MK. Masing-masing pada 2 Februari dan 31 Maret 2017.
Empat Hakim MK berpendapat, norma UU Pemda yang mengatur kewenangan Mendagri mencabut perda tidak bertentangan dengan UUD 1945. Pertimbangannya karena Indonesia merupakan NKRI. Hal mendasar yang terkandung dari norma konstitusi adalah prinsip bahwa di NKRI akan berlaku satu sistem hukum bagi pemerintah di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.